Kamis, 01 Oktober 2015

Pemerkosaan Brutal

Sepulang dari Pak S, majikanku yang pertama, hampir enam bulan nganggur di desa. Lama-lama aku merasa tak betah. Selain karena dikejar-kejar untuk segera menikah aku juga tidak memiliki kesibukan selain membantu ortu di ladang atau masak. Rasanya tidak ada seorang pun pemuda desaku yang menarik hati. Kalau nikah dengan mereka, pasti masa depanku tak jauh beda dengan ibuku. Aku tidak berminat. "Aku harus lebih maju dari mereka!" tekadku.

Maka aku segera cari lowongan kerja di koran. Namun dengan ijazahku yang hanya SLTP lowongan yang sesuai hanya prt (pembantu rumah tangga). Setelah pamit dan berbekal tekad menggebu akupun menuju ke alamat salah satu pemasang iklan yang tinggalnya di kota terdekat dengan desaku. Rumah itu besar. Kupijit bel di gerbang dan keluarlah wanita 40 tahunan. Yang membuatku agak terkejut, ternyata ia berwajah seperti bintang film india yang sering kulihat di teve. Ada tanda titik di dahinya.

"Benar di sini cari PRT, bu?" tanyaku.
"Benar, dik."
"Saya mau melamar, bu," sambungku. Ia mengamatiku sebentar.
"Mari masuk dulu, dik," ajaknya.
"Namamu siapa? Kamu dari mana?" tanyanya. Akupun menjelaskan diriku apa adanya, kecuali tentu saja pengalamanku dua tahun menjadi prt Pak S.
"Baik, kamu saya terima, Nul. Dengan gaji 300 ribu sebulan, tapi kamu harus menjalani masa percobaan sebulan. Kalau tidak ada masalah akan saya pakai terus. Bagaimana?" katanya. Akupun langsung mengangguk, soalnya gaji 300 ribu buat seorang prt sangat tinggi menurutku. Dulu dengan Pak S pun aku hanya digaji 200 ribu, tentu saja di luar "tips (baik berupa uang maupun barang)" yang kuterima karena pelayanan seksku.

Kamarku di bagian belakang. Setelah istirahat sejenak, akupun mulai membantu pekerjaan ibu tadi yang namanya ternyata Kumari, seorang keturunan India. Menurutnya ia tinggal di situ bersama suami dan 2 anak laki-lakinya yang buka toko konveksi. Seminggu bekerja di situ, aku mulai mengenal anggota keluarganya. Suami Bu Kumari bernama Pak Anand, dan dua anaknya laki-laki Vijay dan Kumar. Kalau melihat mereka sekilas aku jadi ingat artis Syahrukh Khan. Ganteng dengan tubuh tinggi tegap atletis dengan bulu-bulu di dadanya. Orang India memang terkenal cantik dan ganteng. Akupun semakin suka pada keluarga itu karena mereka ternyata ramah. Bahkan tak jarang aku diajaknya makan malam bersama semeja.

"Minumlah ini madu India, supaya kamu gak gampang cape," ajak Bu Kumari pada suatu acara makan malam bersama sambil memberiku segelas minuman berwarna kuning emas. Aku ragu-ragu menerimanya. Sementara anggota keluarga lain sudah mengambil segelas masing-masing.

"Ini memang minuman simpanan kami, Nul. Tidak boleh terlalu sering diminum, malah tidak baik. Dua minggu sekali cukuplah soalnya pengaruhnya luar biasa.. ha.. ha.. ha..!" Sahut Pak Anand disambut tawa Vijay dan Kumar.

"Kamu akan rasakan khasiatnya nanti malam, Nul," sambung Vijay tanpa kuketahui maksudnya. Lagi-lagi disambut tawa mereka sambil masing-masing mulai minum, kecuali Bu Kumari. Akupun pelan-pelan mencicipnya. Ada rasa manis dan masamnya. Memang seperti madu, tapi setelah minum beberapa teguk aku juga merasakan badanku hangat malah agak panas. Semua menghabiskan minumannya, maka akupun juga berbuat demikian. Baru setelah itu kami makan malam.

"Tidurlah kalau kau cape, Nul," perintah Bu Kumari setelah kami selesai cuci piring jam 8 malam. Tidak biasanya aku tidur sepagi itu, tapi entah kenapa aku merasa mataku berat dan perutku panas. Aku masuk kamar dan rebahkan diri. Tapi rasa panas di perutku ternyata malah menjadi-jadi dan menjalar ke seluruh tubuhku. Aku tak tahan untuk tidak meremas payudaraku mengurangi rasa panas itu. Kemudian juga meremas-remas seluruh tubuh sampai seputar bawah pusar dan pahaku. Ingatanku segera melayang pada remasan-remasan Pak S. Sudah cukup lama aku tak bersetubuh dengan laki-laki itu, apakah sekarang ini tubuhku sedang menuntut? Gawat, pikirku, kalau benar itu terjadi. Selama ini aku hanya melakukan hubungan seks aman dengan Pak S. Belum pernah dengan pria lain. Belum habis pikiranku berkecamuk mendadak pintu kamarku terbuka dan masuklah Pak Anand. Buru-buru aku menghentikan kegiatan tanganku.

"Kamu kelihatan sakit, Nul?" tanyanya sambil duduk di tepi ranjangku.
"Eng.. eng.. tidak, pak," sahutku pelan. Tapi Pak Anand segera tempelkan telapak tangan di dahiku.
"Benar, Nul, tubuhmu panas sekali. Kamu harus segera diobati. Cepat telungkup, biar kupijat sebentar untuk menurunkan panasmu. Jelek-jelek begini aku pintar mijat lo.." perintahnya. Dan, mungkin karena aku merasa perlakuannya seperti ortu pada anaknya maka aku menurut. Aku tengkurap dan sebentar kemudian kurasakan pantatku dinaikinya dan punggungku mulai dipijat-pijatnya. Tidak sebatas punggung, tapi tangannya juga ke arah pundak, leher, pinggang malah bergeser-geser ke kiri-kanan hingga kadang menyenggol sisi luar payudaraku. Aku diam saja, namun setelah aku merasa pantatku juga ditekan-tekan oleh pantatnya, mulailah aku tak tenang. Pengalaman seksku dengan Pak S membuatku dapat merasakan manakala pria sedang naik nafsu syahwatnya. Demikian pula Pak Anand saat itu. Pijatannya tambah berani. Dia mulai meremasi tetekku dan pantatnya menekanku keras-keras. Aku berontak namun tak berdaya.

"Pak! Jangan, pak!" seruku sambil berupaya menyingkirkan tubuhnya. Tapi mana mampu aku melawan tubuh besar kekar itu. Selain itu entah kenapa aku malah mulai ikut terangsang. Di antara perlakukan Pak Anand sekilas-sekilas aku juga ingat perlakukan seks Pak S padaku. Uugghh.. aakk.. aakkuu.. malah jadi terangsang. Aku tak berontak lagi ketika dasterku ditariknya ke atas hingga tinggal beha dan CDku. Aku ditelentangkannya dengan posisi dia tetap mengangkangiku. Dibukanya t-shirt yang dipakainya juga piyama tidurnya. Dan.. gila aku melihat tonjolan besar di balik CD nya dan sejurus kemudian nampaklah si tongkat penggadanya yang panjang besar sekitar 20 cm dengan diameter 4 cm! Behaku direnggutnya kasar demikian pula CDku. Tubuhku tak melakukan perlawanan apapun ketika ia menggumuliku habis-habisan. Dan.. bless langsung aku disodok dan digenjotnya. Aku ingat pengalamanku dengan Pak S. Ingat bagaimana dia memerawaniku. Persis sama perlakuannya dengan Pak Anand. Aku tak habis pikir sewaktu pahaku malah menjepit paha Pak Anand dan.. menyambut gejokannya dengan putaran pinggulku. Syahwatku ikut terbakar!

Entah berapa lama Pak Anand terus menggenjotku keluar masuk naik turun sambil mulutnya mengenyut-ngenyut tetekku. Aku hanya bisa menggeleng-geleng kenikmatan dan kelojotan merasai badai hempasannya sampai aku tak tahan lagi untuk menahan orgasme. Aku merinding lalu.. Cruut.. suur.. suur.. tubuhku berkejat-kejat menumpahkan mani. Pak Anand menggasakku lebih keras, tak peduli cairanku memperlicin jalannya. Mungkin hampir tak terasa karena besar dan panjangnya tetap mampu memenuhi liang V-ku. Sleebb slebb jlebb jleebb.. bunyi tusukan-tusukannya. Mungkin sekitar 30 menit telah berlalu ketika aku orgasme yg kedua kali.. seerr.. seerr.. serr.. klenyer.. kembali aku terkejat-kejat sampai belasan kali. Sejurus kemudian hentakan Pak Anand sedemikian keras menekanku. Dalam-dalam gadanya dibenamkan di V-ku lalu pantatnya berkejut-kejut sampai belasan detik. Lalu diam terbenam. Dia ejakulasi. Nafas kami tersengal-sengal.

"Kamu hebat, Nul," bisiknya sambil mencium bibirku, "Nanti lagi, ya," katanya tak kumengerti. Ia bangkit, mengenakan pakaiannya lalu keluar membiarkanku telentang telanjang di ranjang. Belum habis capeku digenjot Pak Anand, masuklah Vijay ke kamarku.

"Permainanmu hebat banget, Nul. Aku juga mau dong.." katanya sambil mulai melepasi pakaiannya sampai bugil. Aku segera menutup tubuhku dengan selimut, tapi tak berguna karena sesaat kemudian ia sudah menarik selimutku juga tubuhku ke pelukannya.
"Jangan, Mas Vijay," protesku tak berdaya.
"Tak apa, Nul. Papa bilang kamu sudah tak perawan lagi kan? He he he.."
"Jangan, mas.." tapi suaraku hilang ditelan bibirnya yang melumat ganas bibirku. Tangannya liar merayapiku sambil mendorongku kembali terjelepak di ranjang. Ciumannya menjalar menjulur dari bibir semakin turun. Ke tetekku, putingku, perut, pusar, pubis sampai akhirnya sampai di V-ku. Menelusup lincah memasuki gua garbaku. Mengobok-obok dalamnya. Aku kembali teringat permainan Pak S. Namun yang ini lebih gila lagi. Syahwatku jadi menggelegak mengikuti irama lidah Vijay. Dia memutar tubuh sampai kami 69, mengangsurkan zakarnya ke mulutku. Gila! Lebih panjang dan besar dibanding bapaknya. Tanganku tak mampu menggenggamnya dan mulutku tak mampu menampung seluruhnya. Paling hanya separuh yang masuk. Maka perlombaan menjilat dan menghisap pun dimulai. Kami saling memuasi. Rasanya sampai berjam-jam waktu aku merasa harus menumpahkan maniku dan dijilatinya sampai tandas tuntas. Sementara milik Vijay masih tegar tegang meski licin oleh ludahku. Kemudian ia memutar tubuhnya lagi dan menusukkan pentungannya ke memekku yang sudah agak kering. Preett.. "Iiih sakit, mas..," desisku menggigit bibir dan memeluk punggungnya karena terasa batangnya masuk begitu dalam sampai aku kesakitan.

"Sabar, Nul. Sebentar lagi juga nikmat," bisiknya. Kupeluk punggungnya erat-erat ketika tubuhku terangkat karena sodokannya. Shlleeb shleeb shleebb.. batang besar itu menumbukku bagaikan alu menumbuk lesung. Keluar masuk, naik turun, sampai cairan nikmatku mengalir lagi sehingga rasa sakit pun berkurang. Dan kenikmatanku bertambah manakala bulu dadanya menggesek-gesek putingku. Pahaku semakin menganga lebar. Mataku terpejam-pejam menikmati remasan dan belaian tangan kekarnya di sekujur tubuh.

"Akh.. akhu mau keluar, Nul.." Lalu jreet.. jreet.. jroot.. jrot.. jrut.. pantatnya menyentak-nyentak. Tubuhnya kaku menegang ketika spermanya menyemprot rahimku sampai basah kuyup. Semprotannya kuat sekali.
"Akk.. aku bisa hamil, mas," desisku puas karena aku juga orgasme lagi.
"Jangan kuatir, Nul, kami punya obat pencegah hamil," jawabnya sambil menggulirkan tubuhnya ke sisi. Dan.. belum Vijay turun dari ranjang, si Kumar sudah ganti menaikiku. Tubuhnya sama atletis dengan Vijay. Tapi gayanya lebih liar. Begitu Vijay keluar kamar, akupun diangkatnya supaya menduduki batangnya lalu disuruh menungganginya kencang-kencang. Tangannya ikut memegangi pinggangku dan melontarkanku naik turun. Zakarnya juga menyodok ke atas setiap pantatku turun. Gila! Tubuhku seperti mainan. Tangannya berpindah ke tetekku dan meremasinya sampai aku mendesis-desis, antara sakit dan nikmat. Hancur rasanya memekku digempur bapak dan dua anaknya yang batangnya berukuran luar biasa. Dan.. aku kembali orgasme justru saat tubuhku dilontar ke atas, sehingga punggungku agak meliuk ke bawah merasakan tersalurnya syahwatku untuk kesekian kali.

"Sudah, mas, cukup.." pintaku karena kelelahan. Namun Kumar tak menggubris.
"Aku belum cukup, Nul. Kau harus bisa mengeluarkan spermaku baru aku puas.." Dan lemparannya masih terus berlangsung hingga setengah jam lagi. Sampai akhirnya dia berhenti lalu tangannya menekan pinggangku lekat-lekat ke zakarnya, kemudian terasa pantatnya melonjak-lonjak menyemburkan cairan hangat. Lagi-lagi rahimku disemprot sperma hasil ejakulasi. Tak terasa sperma bapak dan dua anaknya memenuhi lubang memekku.

Pintu kamarku terbuka dan masuklah Pak Anand dan Vijay sambil membawa segelas minuman. Keduanya telanjang. "Minumlah ini, Nul, biar kamu nggak hamil," Pak Anand menyerahkan gelasnya padaku. Akupun meminumnya tanpa pikir panjang, karena aku benar-benar takut hamil dan haus sekali setelah melayani tiga majikan ini berjam-jam. Rasanya seperti minuman kuning yang tadi kuminum. Badanku jadi hangat lagi dan.. gairahku bangkit lagi. Aku jadi sadar pasti minuman ini dibubuhi obat perangsang. Tapi kesadaranku segera hilang ketika merasa tubuhku ditunggingkan oleh Vijay. Kemudian..

Ya, malam itu secara brutal ketiga orang itu mengerjaiku semalam suntuk tanpa istirahat sejenakpun. Mereka bergantian menyemprotkan sperma di rahimku, di perut, wajah, mulut sampai telinga dan rambutku juga. Aku mandi sperma. Dan entah berapa kali akupun mengalami orgasme yang selalu mereka telan bergantian. Tak jarang ketiga lubangku mereka masuki bersama-sama. Lubang mulut, memek dan anusku. Tubuhku jadi ajang pesta mereka hampir 10 jam lamanya, toh selama itu aku tak merasa capai. Mungkin gara-gara minuman berkhasiat itu?

Pagi hari Bu Kumari datang dan menyeka tubuhku yang lemas lunglai tak mampu bangun.
"Maaf, Nul. Aku sudah tak mampu melayani suamiku yang hiperseks sehingga aku mencari orang pengganti," ceritanya. Mataku masih terkantuk-kantuk karena pengaruh obat perangsang. "Moga-moga kamu betah disini, dan kami akan bayar berapapun yang kamu minta.." lanjutnya.
"Aa.. apa sudah pernah ada pembantu yang dibeginikan, bu?" tanyaku lirih.
"Sudah, Nul. Tapi kebanyakan hanya bertahan dua hari.. lalu minta pulang. Aku harap kamu kuat, YNul. Aku akan sediakan obat-obatan untukmu.. Ini minumlah obat untuk menguatkan dan membersihkan rahimmu," dia mengangsurkan sebotol obat yang namanya tak kumengerti karena berbahasa asing. "Hari ini kamu boleh istirahat seharian," lalu dia keluar kamar.

Aku pun tertidur lelap. Baru siang hari bangun untuk mandi dan makan. Bu Kumari melayaniku seperti anaknya sendiri. Kami tak banyak berbicara. Selesai makan aku kembali ke kamar. Membersihkan ranjang, mengganti sepreinya yang penuh bercak sperma dan mani. Lalu aku tidur lagi. Sampai jam makan malam tiba dan aku diundang untuk makan bersama lagi, dan minum cairan kuning emas itu lagi. Dan..
"Nul, kamu sudah kuat untuk melayani kami lagi nanti malam kan?" Tanya Pak Anand sambil senyum kepadaku. Aku bingung dan memilih diam.
"Kamu jangan kuatir hamil, Nul. Obat kami sangat mujarab," lanjut Vijay.
"Pokoknya selama di sini, kita mencari kenikmatan bersama Nul," sambung Kumar sambil menyeringai nakal.

Jadilah, akhirnya hampir setiap malam sampai pagi aku melayani ketiga ayah beranak yang gila seks itu. Untung staminaku, dibantu obat-obatan pemberian Bu Kumari, cukup kuat untuk menanggung kenikmatan demi kenikmatan itu. Hingga dua bulan lamanya aku "dikontrak" mereka, sampai akhirnya mereka mulai bosan dan ingin mencari wanita lain. Aku diberi banyak uang ketika meninggalkan rumah mereka.

TAMAT

1 komentar: