Selasa, 01 September 2015

Kenangan

Ujian kenaikan kelas telah berakhir dan dengan nilai raport yang pas-pasan aku pun merangkak naik ke kelas 3. Berbeda denganku, Sonya, yang kali ini nilai raportnya naik dan menjadi rangking 3 di kelasnya melenggang mulus naik ke kelas 2 SMP, begitu juga dengan adiknya, Tia, yang nilai raportnya sama bagusnya dengan kakaknya, naik ke kelas 3 SD. Hal ini membuat bapak dan ibu Sis merasa gembira dan bangga terhadap anak-anak gadisnya.
"Tia, Sonya, papa dan mama sangat bangga pada kalian yang rajin belajar selama ini, untuk itu papa akan mengajak kalian berlibur ke Bali!" kata Pak Sis yang disambut dengan sorakan kebahagiaan oleh Tia dan Sonya.
"Si abang juga harus ikut ya Pa!" kata ibu Sis kepadaku yang langsung ditimpali oleh Pak Sis, "Iya, kamu juga harus ikut karena kata ibu, selama ini kamulah yang selalu membantu Tia dan Sonya dalam belajar, jadi kamu juga pantas mendapatkan hadiah!"
"Maaf Pak, Bu, kelihatannya saya tidak bisa ikut kali ini karena saya harus ke Jakarta berkumpul bersama keluarga, saya sudah kangen untuk bertemu ayah ibu serta adik-adik" Jawabku.
"Iya ya Pa, si abang ini khan sudah lama bersama keluarga kita, jadi dia pasti ingin berkumpul dengan keluarganya selama liburan ini." Kata Ibu Sis.
"Baiklah kalau begitu, sampaikan salam kami kepada orang tuamu ya!" Kata Pak Sis.
"Baik Pak!" jawabku.

Akhirnya, aku pun bisa berkumpul kembali dan menikmati masa liburan yang menyenangkan bersama keluargaku. Selama berlibur, kadang-kadang aku teringat masa indah bersama Sonya, di mana aku selalu memberinya kenikmatan oral seks sampai tubuh kecil itu menggelinjang-gelinjang tak karuan kala getar orgasme yang dahsyat melanda dirinya. Selama itu pun aku tidak pernah menagih janji Sonya untuk mengajak adiknya agar mau kuberikan pelajaran "os" ku. Setiap ada kesempatan yang menurutnya "aman" ia pasti memintaku untuk "memberinya", dan tentu saja selalu kuturuti karena aku juga sangat menikmatinya. Semakin hari permintaannya semakin sering, mungkin seiring dengan bertambah dewasanya Sonya dan hormon-hormon tubuhnya pun mulai aktif mengakibatkan nafsunya pun meningkat sampai-sampai terkadang aku harus menolaknya karena menurutku keadaan di rumah sedang "belum-aman".

Selain memberinya "os", aku juga sering mengajaknya menonton film yang bertema blowjob dan cumshots sambil memberinya semacam pengertian. Aku sangat berharap bahwa suatu hari nanti Sonya dengan kesadarannya sendiri, tanpa paksaan mau mengkaraoke milikku. Reaksi Sonya ketika menonton film-film tadi sebenarnya biasa-biasa saja karena memang ia telah sering kali kuperlihatkan adegan seperti itu, tetapi reaksinya berubah ketika suatu hari aku memperlihatkan kepadanya film bukkake jepang yang kupinjam dari temanku yang memang anak orang kaya itu.

Aku berani mengajaknya nonton malam itu karena bapak dan ibu Sis sedang menginap di luar kota sedangkan si Was, pembantu, sudah tidur di kamar belakang. Biasanya ketika menonton film blowjob dan cumshots, Sonya masih bisa bersenda gurau denganku sambil menggelitiki pinggangku dengan jarinya yang nakal secara tiba-tiba di tengah adegan yang sedang seru sehingga suasana pun berubah jadi canda dan tawa yang sering pula kuakhiri dengan memberinya "os".

Kali ini Sonya tampak terlihat serius, ia bertanya mengapa banyak sekali laki-lakinya yang hanya mengenakan celana dalam saja sedangkan perempuannya hanya satu dengan berpakaian semacam jas hujan yang tipis di ruangan yang besar itu. Aku pun segera menjelaskan bahwa tidak perlu khawatir, perempuan itu tidak akan disakiti, lalu kudekap dia dari samping sambil menemaninya menonton.

Kali ini tidak ada canda dan tawa karena Sonya terlihat sangat serius, ia sangat ingin mengetahui apa yang akan terjadi selanjutnya terhadap wanita tadi. Aku tersenyum kagum melihat rasa keingintahuan yang sangat besar dari gadis kecil yang cantik ini, sambil masih kudekap kubelai lembut kedua lengannya.

Terlihat di layar kaca, para pria melakukan onani dan mengeluarkan spermanya di dalam sebuah gelas besar yang sekarang mulai terisi setengahnya, sementara wanita satu-satunya dalam ruangan tadi juga tengah sibuk memberikan blowjob kepada beberapa pria lain yang tempatnya agak jauh dari gelas besar tadi.

Aku melihat raut kebingungan pada wajah Sonya mengenai apa sebenarnya yang sedang ia tonton, tetapi ia berusaha untuk tidak bertanya kepadaku seolah-olah ia ingin menemukan sendiri jawaban dari kebingungannya. Sonya terlihat takjub tatkala ia melihat bahwa gelas besar itu telah terisi penuh dengan sperma seluruh laki-laki yang ada di ruangan itu.

Kali ini terlihat wanita itu mendekati dan berdiri tepat di hadapan gelas besar yang sudah terisi penuh sperma itu dan ia didatangi oleh seorang laki-laki yang memakai baju lengkap (mungkin sang sutradara) yang berbicara pada si wanita tadi yang terlihat mengangguk-angguk dan tersenyum tanda mengerti.

Seusai memberikan mungkin semacam arahan (karena dalam bahasa Jepang, aku jadi kurang ngerti), sutradara itu pun pergi dan kamera didekatkan pada si wanita cantik yang kini sudah memegang gelas besar penuh sperma tadi dengan kedua tangannya. Wanita cantik itu kembali tersenyum di depan kamera dan membungkukkan badan tanda memberi hormat lalu.. lalu ia mulai meminum seluruh sperma yang ada di dalam gelas besar tadi.

Ketika pertama kali aku menontonnya di tempat temanku, aku benar-benar kaget setengah mati akan apa yang kulihat, tapi sekarang aku sudah bisa lebih mengontrol diriku, apalagi sekarang aku berada di depan Sonya. Aku segera melihat ke arah Sonya untuk mengetahui bagaimana reaksinya, dengan mata yang terus menatap ke arah layar kaca kembali terlihat raut wajahnya berubah dari serius menjadi raut wajah orang yang sedang terkejut, matanya terbelalak dan mulutnya membuka tapi tidak terucap satu kalimat pun, yang terdengar hanyalah suara desah keterkejutan, "Haah!?"

Sonya terus memperhatikan si wanita yang pada akhirnya berhasil menghabiskan seluruh sperma yang terdapat di gelas besar itu dengan meminumnya lalu ketika selesai ia tersenyum puas penuh kemenangan dan mengangkat gelas besar yang kini kosong itu tinggi-tinggi dibarengi dengan suara gemuruh tepuk tangan para lelaki yang ikut menyumbangkan seluruh sperma tadi.

Film itu pun selesai dan seperti biasa aku segera membereskan semuanya sementara Sonya terlihat masih duduk sendiri di sofa diam membisu seolah-olah ada sesuatu yang tengah mengganggu pikirannya. Setelah semuanya beres, aku datangi Sonya sambil kupegang kedua bahunya dan bertanya,"kenapa Sonya cantik?" kok kayak orang yang kebingungan sich?" Ia hanya menatapku dengan pandangan kosong tak menjawab pertanyaanku. "Tadi Sonya udah lihat khan bahwa abang tidak bohong!" wanita sangat menyukai meminum sperma dan Mbak yang tadi Sonya lihat sudah membuktikannya!" jelasku.

Sonya tetap diam tidak menjawab dan aku sungguh tidak tahu apa yang dipikirkannya, segera kuangkat badannya dan membawanya ke kamar tidurnya pelan-pelan agar adiknya, Tia, tidak terbangun. Setelah kuselimuti tubuhnya aku mengucapkan selamat tidur sambil sebelumnya kuberi dia ciuman lembut selamat malam di bibirnya yang tipis itu. Semenjak menonton film itu, perilaku Sonya menjadi agak aneh, ia menjadi agak pendiam dan terlihat ia menahan diri untuk tidak meminta "os" padaku.

Aku tahu hal itu dan menghormati keputusannya dan mungkin hal inilah yang membuat hubungan kami semakin dekat dan membuat rasa sayangku padanya semakin besar. Kira-kira dua minggu sampai aku berpisah dengan Sonya karena berlibur, aktivitas "os" untuk Sonya diistirahatkan dan ini membuatku sangat merindukan kehadirannya.

Liburan yang menyenangkan bersama keluargaku berakhir sudah, dan aku sudah harus cepat-cepat kembali ke kota kembang untuk persiapan sekolahku. Sore itu, ketika tiba di rumah, bapak dan ibu Sis menyambutku dengan hangat, mereka menanyakan kabar keluargaku dan kusampaikan bahwa mereka baik-baik saja lalu kuberikan oleh-oleh yang sudah dipersiapkan keluargaku khusus untuk bapak dan ibu Sis sekeluarga.

Aku bertanya ke mana Sonya dan Tia, karena aku tidak melihat mereka lalu ibu Sis menjawab bahwa Sonya dan Tia tadi diantar pergi berenang dan ditemani si Was. Ibu Sis juga merasa kaget ketika mendengar tiba-tiba Sonya ingin mengajak Tia, bapak dan ibu Sis untuk berolah raga renang, karena biasanya Sonya kurang menyukai olah raga.

Aku tersenyum senang mendengarnya karena akulah orang yang menganjurkannya agar berolah raga renang, karena selain menyenangkan berenang bisa membuat tubuh menjadi sehat dan juga membentuk tubuh menjadi indah. Bapak dan ibu Sis kemudian menyuruhku untuk beristirahat di kamar yang biasa kutempati, sementara mereka sibuk membereskan oleh-oleh yang kubawakan. Selesai membereskan barang bawaanku, aku pun tertidur karena lelah. Kira-kira pukul 20 aku bangun dari tidurku lalu beranjak menuju ruang makan, tetapi ketika melewati ruang tengah, aku bertemu dengan Tia dan Sonya yang sedang menonton TV. Mereka terlihat begitu senang melihatku dan langsung keduanya berlari ke arahku.

"Abaang, apa kabar, Sonya kangeen sekali sama abang!" kata Sonya sambil memeluk pinggangku dengan erat.
"Iya, Tia juga kangen sama abang!" kata Tia yang memeluk paha kiriku juga dengan erat.
"Halo anak-anak manis, abang juga kangen sama Sonya dan Tia!" kataku sambil membelai sayang kepala keduanya.
"Papa dan mama mana?" tanyaku.
"Sedang pergi!" kata Tia.
"Iya, ke kondangan perkawinan!" Sonya menimpali.
"Kalian kok ngga ikut?" tanyaku lagi.
"Tia capek!"
"Sonya juga bang, tadi khan kita abis berenang, jadi sekarang pengen istirahat sambil nonton kartun di rumah" jelas Sonya.
"Was mana?" tanyaku lagi.
"Udah tidur!" jawab Tia.
"Iya, dia juga khan capek berdiri terus di pinggir kolam ngeliatin kita berenang!" kata Sonya.
"Ya sudah, sekarang makan dulu yuk, abang sudah lapar nich!"

Mereka setuju, tapi dasar manja, Tia tetap bergelayutan di kaki kiriku, sehingga setiap aku melangkah ia pun ikut terangkat oleh kakiku sementara Sonya bergantungan di punggungku, mereka berdua tertawa-tawa gembira dan minta digendong keliling ruang tamu dua kali dulu baru menuju ruang makan, malam itu aku bahagia karena bisa membuat dua bidadari kecilku itu merasa gembira.

Selesai makan dan membereskan ruang makan, kami kembali ke ruang tengah untuk bersantai sambil menonton film kartun bersama-sama. Aku dan Sonya duduk di Sofa, sementara Tia duduk di karpet sambil memegang remote TV.
"Bang, waktu liburan, abang pernah mikirin Sonya nggak?" Sonya bertanya padaku.
Aku menatap ke arahnya dan menjawab "Iya sayang, tentu saja abang teringat sama Sonya dan juga Tia".
Mendengar jawabanku ia tersenyum senang.
"Memangnya ada apa cantik?" tanyaku.
"Iya, soalnya Sonya juga teringat terus sama abang", jawabnya.
"Itu namanya Sonya kangen sama abang" sambutku sambil menyentuhkan punggung tanganku dengan lembut ke pipinya yang mulus.
Tiba-tiba, Tia bangkit dari karpet dan berlari ke arah belakang sofa lalu berdiri tepat di belakangku, ia mengalungkan kedua lengannya di leherku dan menangkupkan wajahnya di pundak kiriku sambil berkata, "abaang, itu ada film hantu di TV, Tia takuut!".
"Tenang Tia, di sini khan ada abang dan Kak Sonya, jadi Tia tidak perlu takut", kataku sambil membelai kepalanya.
Jam di dinding menunjukkan pukul 22, "sebaiknya Tia bobo sekarang, istirahat, hari ini khan cape abis berenang", kataku.
"Tapi Tia takut sendirian, Kak Sonya temenin Tia bobo ya", kata Tia.
Sonya tersenyum dan mengangguk.
"Nah ayo sekarang Tia dan Sonya pergi ke kamar dan bobo!" perintahku.
"Tia mau, tapi harus digendong lagi sama abang sampai ke kamar yaa" pinta Tia manja.
Aku pun bangkit, lalu dengan membentangkan kedua tanganku dan bergaya seperti monster yang mau menangkap mangsanya, aku berkata dengan suara yang kubuat seserak dan seseram mungkin "Hrrmm.. hrrmm.. mana anak kecil yang mau digendong monster.. hrrm.. hmm..
"Kyaa.. ada monster!" Tia berteriak sambil tertawa senang.
Ia dan Sonya yang juga sudah berdiri berlarian mengelilingi sofa, berusaha menghindari kejaran sang monster sambil tertawa-tawa gembira. Ya, mereka senang dengan permainan ini karena kami sering memainkannya sejak lama. Akhirnya aku pun berhasil menerkam Tia dan kami bergulingan di karpet.
"Kyaa.. Kak Sonya, tolong Tia!" Tia berteriak sambil tertawa kegirangan.
Sonya pun datang dan berusaha untuk menolong melepaskan adiknya dengan menarik lenganku dan dengan satu gerakan, kubuat Sonya juga rebah di karpet dengan posisi telentang dan dengan cepat kupeluk perutnya serta kurebahkan kepalaku di dadanya yang terasa lembut dan hangat. Posisi itu membuatku sangat terangsang.

Kami masih bergulingan sambil tertawa-tawa hingga beberapa saat, lalu aku menggendong Tia.
"Yak, sudah waktunya goddess-goddess kecil abang ini bobo!" kataku.
Walaupun sudah kugendong, Tia masih tertawa-tawa melihatku, tangan kanannya merangkul leherku dan tangan kirinya memencet-mencet hidungku. Sonya pun tiba-tiba meloncat ke punggungku dan bergantungan minta digendong.
"Aduuh, berat bener, kalian sudah pada besar nih" kataku.
"Iya dong bang, Tia juga sekarang khan sudah besar, jadi berat" kata Tia yang masih juga memencet-mencet hidungku, disambut dengan suara tawa Sonya yang seolah-olah menyetujui pendapat Tia.
Tertatih-tatih aku menuju kamar kedua bidadari kecilku ini.

Aku segera menurunkan Tia di ranjang yang bersebelahan dengan ranjang Sonya, menyelimutinya, menungguinya sebentar sampai Tia benar-benar tertidur. Lampu kecilnya kubiarkan menyala kemudian giliranku untuk menyelimuti Sonya, kucium bibir tipisnya dengan lembut sebagai ucapan selamat bobo lalu aku kembali ke ruang TV untuk kembali menonton sambil menunggu pulangnya bapak dan ibu Sis. Benar-benar malam pertemuan kembali yang membahagiakan..

Keesokan harinya dan hari-hari berikutnya tidak ada kejadian yang istimewa antara aku dengan Sonya, itu juga dikarenakan bapak dan ibu Sis sedang banyak kegiatan di dalam kota sehingga mereka jadi banyak tinggal di rumah. Walaupun begitu, sebenarnya Sonya juga terkadang meggodaku dengan hanya memakai daster tipis tanpa bra dan terkadang tidak memakai CD ia masuk ke kamarku saat malam hari di mana ortunya sedang berada di kamar mereka, Sonya lalu berbicara padaku dengan pose-pose yang sangat merangsang nafsuku, uuh.. seandainya rumah kosong..

Tentu saja aku gelagapan menghadapinya karena aku takut sekali kalau sampai ketahuan kedua ortunya. Biasanya jika sudah demikian Sonya menjadi tidak patuh dan tidak mau kuminta keluar dari kamarku, jadi akulah yang keluar. Walaupun "tanda-tanda" yang diberikan Sonya sering terpaksa kutolak karena keadaan yang menurutku "belum-aman" di rumah, tetapi dalam hal lain Sonya dan Tia sangat patuh kepadaku. Hal ini membuat kedua orang tuanya benar-benar percaya kepadaku dan aku juga merasa sayang dan bangga kepada Sonya dan Tia.

Bidadari-bidadari kecilku itu dalam kesehariannya sangat dekat dengan ibu mereka dan mereka bertiga sering berbincang-bincang bersama tentang apa saja. Aku mengetahui hal itu karena Sonya menceritakannya padaku. Terkadang, jika melihat ibu dan anak-anak gadisnya itu berkumpul, aku menjadi ketakutan. Aku khawatir kalau-kalau Sonya menceritakan pada ibunya bahwa aku mengajarinya seks, tetapi untungnya Sonya selalu ingat dan memegang janjinya. Mungkin juga ini adalah suatu insting yang kuat dari seorang ibu, karena pada suatu saat aku pernah secara tidak sengaja mendengar pertanyaan ibu Sis tentang apa yang Sonya dan Tia lakukan bersamaku jika mereka tidak di rumah.

Tanpa sadar, keringat dingin membasahi tubuhku. Aku mendengar sayup-sayup suara Tia yang menjawab pertanyaan ibundanya, lalu suara Sonya yang ikut menimpali kata-kata Tia. Jantungku serasa berhenti berdetak..
Perasaanku menjadi sangat lega ketika kudengar pembicaraan masih terus berlanjut dengan penuh kehangatan, tanpa ada ledakan kemarahan dari sang ibu. Hal itu berarti rahasia kami masih aman dan membuatku merasa sangat bersyukur serta menambah rasa sayang dan simpati kepada kedua dewi kecilku itu. Aku juga kembali berjanji pada diriku untuk sekuat tenaga mampu mengontrol diri saat memberikan pelajaran seks pada Sonya dan membuatnya bahagia.

Hari-hari terus berlalu, kesibukan sekolah dan juga keadaan rumah yang "belum-aman" membuat kegiatan seks yang biasa kulakukan dengan Sonya tertunda tetapi walaupun begitu, harus kuakui bahwa aku bisa merasakan perubahan yang terjadi dalam diri Sonya terlebih setelah dia kuperlihatkan film acara "minum-sperma" itu. Aku menjadi sering melihatnya termenung seolah memikirkan sesuatu yang cukup memberinya beban pikiran. Pernah suatu kali aku melihatnya, ketika itu kami sedang berkumpul makan siang bersama, aku, Sonya, Tia dan ibu Sis. Sonya kala itu mengambil sebuah pisang ambon, mengupas kulitnya dan memasukkannya ke mulut tetapi gayanya seperti cewek yang sedang memberikan blow job!

Aku sangat terkejut melihat hal itu, bahkan ibu Sis pun melihat dan menegurnya, "Sonya! Makanan tidak boleh dipakai main-main! Ayo cepat dimakan!!" kata ibu Sis dengan tegas. Kulihat Sonya sangat terkejut dan cepat-cepat memakan pisang itu sedangkan aku diam seribu bahasa sambil berharap semoga ibu Sis tidak curiga lebih jauh melihat tingkah laku putrinya itu. Untungnya perhatian ibu Sis saat itu terbagi ketika HP ibu Sis berbunyi dan ia segera tenggelam dalam pembicaraan yang riang bersama temannya.

Walaupun kegiatan cintaku dengan Sonya tertunda, kami masih sering mengisi waktu bersama dengan kegiatan lainnya. Sonya dan Tia sering mengajakku berenang bersama seperti yang selalu kuanjurkan pada mereka demi menjaga kesehatan, kebugaran dan bentuk tubuh mereka yang indah supaya tetap indah dan sexy. Mereka senang mengajakku berenang karena itu lebih baik dan mengasyikkan buat mereka daripada hanya ditunggui oleh pembantu yang hanya berdiri saja di pinggir kolam. Olahraga lain biasanya lari-lari sore bersamaku di lapangan dekat rumah dan kalau aku sedang malas, maka mereka akan membujukku dengan sangat manja, memasang wajah mereka yang paling imut sehingga aku tidak kuasa untuk menolaknya.

Minggu pagi aku dibangunkan oleh Sonya dan ternyata ia mengajakku untuk lari pagi. Sebetulnya aku masih sangat ingin meneruskan tidurku dan bermalas-malasan lebih lama lagi tapi demi Sonya, aku pun segera bangun dan menemaninya lari pagi. Kami berangkat pukul 6, mulai berlari-lari kecil mengiringi mobil bapak dan ibu Sis yang juga berangkat menuju lapangan tenis. Setelah puas berolah raga kami kembali berlari kecil menuju rumah dan ketika tinggal berjarak 200 meter lagi, Sonya dengan manjanya merayuku, "Baang, abang cakep deh, tolong gendong Sonya sampai rumah ya bang".
"Eh, Sonya nggak malu tuh diliatin banyak orang?" tanyaku.
"Sonya nggak peduli dengan orang lain! Gendong Sonya dong baang!" pintanya dengan wajah yang dibuat semanis mungkin.
Aku tak bisa menolaknya "Ayo naik ke punggung abang!" perintahku.
Dengan semangat 45 Sonya segera naik ke punggungku lalu ku kembali berlari kecil sambil menikmati kelembutan payudaranya yang kali ini sudah agak berkembang bergoyang-goyang menyentuh punggungku, hmm.. rasanya seperti pijat payudara ala Thailand hehehe.. kataku dalam hati.

Sesampainya di halaman depan, kami melihat si Was yang sedang sibuk memotong rumput, Sonya berteriak sambil melambai-lambai ke arahnya sementara si Was tersenyum melihat kami berdua. Kami melakukan peregangan otot di halaman depan sebelum masuk rumah dan setelah kurasa cukup, kulihat Sonya tersenyum nakal ke arahku sambil berkata, "Aduuh abang, tadi Sonya minum air mineralnya kebanyakan, abang haus nggak?" tanyanya sambil menahan tawa.
"Iya abang juga haus dong sayang" kataku sambil menggelitik pinggangnya sehingga ia tertawa kegelian lalu dengan masih berusaha menahan tawa Sonya kembali berkata, "jadi abang haus ya? Sonya mau pipis nich" usai berkata begitu padaku ia langsung lari ke dalam rumah sambil tertawa cekikikan.
"Hehehe.. Sonya jahil ya!" kataku sambil pura-pura mengejarnya ke dalam rumah.
Sesampainya di dalam rumah suasana terlihat masih sepi karena bapak dan ibu Sis masih belum pulang sedangkan Tia juga masih tidur di kamarnya.

Kenyataan ini membuatku merasa bergairah seketika dan terbersit ide gila di kepalaku. Sonya yang baru saja akan memasuki kamar mandi segera kupanggil dan kuajak ke halaman belakang. Pintu dapur segera kukunci untuk memastikan tidak ada seorangpun yang bisa masuk atau melihat apa yang kami lakukan. Aku berkata pada Sonya,"Mana? katanya Sonya mau pipis, abang haus nih mau mimi" kataku sambil duduk di rumput. Sonya terkejut sekali kelihatannya. "Ayo dong buka celananya terus pipis di sini" perintahku sambil menunjuk mulutku yang kubuka lebar dan berbaring di rumput yang hijau lebat bak permadani. Setelah memastikan keadaan aman Sonya pun mulai membuka celana training dan celana dalamnya lalu perlahan menuju ke arahku dengan raut wajah yang masih menunjukkan keterkejutan.

Aku juga agak terkejut melihat perubahan yang terjadi pada tubuh Sonya, kemaluannya yang dulu gundul, sekarang sudah mulai terlihat bulu-bulu halus walau masih jarang.
"Aduuh, ternyata goddess abang sekarang sudah mulai dewasa yaa..". Sonya terlihat malu dan tanpa sadar kedua tangannya menutupi daerah kewanitaannya.
"Abaang, udah dong Bang jangan main-main, Sonya udah ngga tahan nih!" katanya dengan wajah bersemu merah.
"Iya sayang, sini pipisnya pelan-pelan yaa!" pintaku.

Aku segera menarik pinggulnya dengan kedua tanganku dan mengatur posisinya agar kemaluannya mengarah langsung ke mulutku yang terbuka lebar, siap menampung seluruh cairan pipisnya. Sonya pun segera memancarkan cairan pipisnya, awalnya agak tumpah ke bagian leherku tapi dengan sedikit penyesuaian aku mulai bisa menampung semua cairan pipisnya. Aku segera memberikan tanda padanya untuk menahan pipisnya sebentar karena mulutku sudah penuh kemudian setelah kutelan habis seluruh cairan yang kutampung tadi aku pun memberi tanda padanya untuk kembali melanjutkannya.

Setelah pipisnya sudah keluar semua, aku segera menjilati kemaluan Sonya tetapi ia segera berdiri.
"Abaang, udah dulu ah geli!" katanya sambil memakai celana trainingnya kembali.
Aku hanya tersenyum melihatnya.
"Emangnya enak bang?" tanyanya menyelidik.
"Rasanya kayak minum obat" jawabku.
"Minum obat?" tanyanya tidak percaya.
"Iya" jawabku sok.
Sonya tersenyum malu. Kami segera kembali ke dapur lalu dengan perlahan kuperiksa keadaan rumah dan kulihat ternyata si Was masih sibuk di halaman depan. "Aman" pikirku. Sonya mempersilahkanku mandi lebih dulu sambil menggodaku dengan menceritakan beberapa lelucon yang membuat kami ketawa-ketiwi sejenak, lalu aku mandi.
Hari itu, nafsu makanku menurun drastis..
Semenjak acara "minum-obat" itu Sonya menjadi semakin dekat denganku. Sikapnya semakin hangat, walaupun aku terkadang suka memarahinya dengan tegas terutama jika dia terlihat malas belajar. Hal itu tidak membuatnya membenciku karena ia juga mengerti bahwa jika seseorang bersikap tegas terhadapnya, selama masih dalam batas kewajaran, artinya orang itu menyayanginya. Aku juga sering melihatnya senyum-senyum sendiri seolah sedang merencanakan sesuatu dan terkadang mencuri-curi pandang padaku dan jika kebetulan pandangan kami bertemu, maka ia melemparkan senyum manisnya sehingga membuatku salah tingkah.
Sore itu aku tengah bersiap-siap untuk pergi bermain basket bersama teman-temanku ketika Sonya muncul di kamarku sambil tersenyum dan berkata, "Sonya sudah putuskan, abang akan Sonya beri hadiah kejutan!".
"Oh ya, apa kejutannya?" tanyaku ringan sambil masih memasukkan barang-barangku ke dalam tas.
"Eeeit.. rahasia doong!" kata Sonya.
"Waah.. Sonya buat abang penasaran aja, yak selesai, Sonya, abang pergi dulu yaa.. cup" kataku sambil mencium lembut bibir tipisnya yang sexy itu.

Hampir tengah malam saat aku kembali pulang dari bermain basket dan kumpul-kumpul bersama teman-temanku. Aku masuk ke dalam melewati garasi karena aku memang memiliki kunci, kulihat mobil Honda CR-V milik Pak Sis terparkir membuat garasi yang luas itu terasa agak menyempit. Hal ini juga berarti bahwa bapak dan ibu Sis ada di dalam rumah sedang beristirahat. Setelah kembali mengunci semua pintu, aku langsung menuju kamarku, lalu mandi. Selesai mandi, aku segera memakai piyamaku lalu pergi tidur. Mungkin karena begitu lelahnya malam itu aku sampai lupa mematikan lampu kecil di mejaku dan lupa mengunci pintu kamarku.

Aku tertidur dengan lelapnya sampai-sampai aku bermimpi dikelilingi banyak bidadari cantik dari kahyangan yang menghangatkan tubuhku dengan pelukan dan ciuman panas menggelora membuat tubuhku serasa terbang ke awan. Aku juga melihat satu bidadari tercantik yang sedang membelai-belai burungku, mengecupnya dengan perlahan lalu mulai memasukkan "milikku" yang mulai berdiri tegak tadi ke dalam mulutnya.
"Aaah.." spontan aku mengerang.
Rasanya begitu hangat dan basah hingga membuat tubuhku menggeliat. Ketika kepala sang bidadari mulai bergerak turun naik, aku merasakan sensasi yang luar biasa nikmatnya hingga mampu membawa jiwaku kembali ke alam nyata.

Perlahan mataku mulai membuka dan aku mulai menyadari bahwa itu semua hanyalah mimpi, tetapi anehnya, ketika aku mulai sedikit tersadar dari tidurku, sensasi nikmat itu masih dapat kurasakan dengan sempurna dan terus berlanjut. Aku segera menyadari bahwa memang ada sesuatu yang sedang benar-benar terjadi pada diriku. Segera kukejap-kejapkan mataku dan berusaha melihat ke arah selangkanganku dan..

Aku tertidur dengan lelapnya sampai-sampai aku bermimpi dikelilingi banyak bidadari cantik dari kahyangan yang menghangatkan tubuhku dengan pelukan dan ciuman panas menggelora membuat tubuhku serasa terbang ke awan. Aku juga melihat satu bidadari tercantik yang sedang membelai-belai burungku, mengecupnya dengan perlahan lalu mulai memasukkan "milikku" yang mulai berdiri tegak tadi ke dalam mulutnya.
"Aaah.." spontan aku mengerang.

Rasanya begitu hangat dan basah hingga membuat tubuhku menggeliat. Ketika kepala sang bidadari mulai bergerak turun naik, aku merasakan sensasi yang luar biasa nikmatnya hingga mampu membawa jiwaku kembali ke alam nyata. Perlahan mataku mulai membuka dan aku mulai menyadari bahwa itu semua hanyalah mimpi, tetapi anehnya, ketika aku mulai sedikit tersadar dari tidurku, sensasi nikmat itu masih dapat kurasakan dengan sempurna dan terus berlanjut. Aku segera menyadari bahwa memang ada sesuatu yang sedang benar-benar terjadi pada diriku. Segera kukejap-kejapkan mataku dan berusaha melihat ke arah selangkanganku dan..

Betapa terkejutnya aku ketika kulihat Sonya sudah berada di tempat tidurku dan sedang memberiku blow job!! Aku segera berusaha untuk mendorong kepalanya dengan kedua tanganku secara perlahan agar Sonya segera melepaskan hisapannya pada "batangku" karena apa yang ia lakukan padaku saat ini sangatlah nekad dan berbahaya di mana kedua orang tuanya sedang berada di rumah, beristirahat di kamar yang tidak jauh dari kamarku.
"Bagaimana jika ketahuan?" pikirku panik. Kedua tanganku berhasil meraih kepala Sonya dan mendorongnya secara perlahan agar melepaskan milikku, tetapi tiba-tiba aku merasakan penolakan darinya dan rasa sakit, karena ternyata.. Sonya juga menggunakan giginya untuk mencengkram "batangku" agar hisapannya tidak lepas, sementara dapat kulihat pula matanya menatap tajam ke arahku seolah ia berkata "jangan ganggu aku!!"

Aku pun segera angkat tangan dan hanya bisa bersikap pasrah saja terhadapnya saat itu. Melihatku pasrah, perlahan ia lepaskan cengkraman giginya dan mulai meneruskan aktivitasnya kembali. Kepalanya kembali turun naik dengan perlahan seolah ia sangat menikmatinya sementara lidahnya menggelitiki lubang burungku. Kelihatannya Sonya sudah sering berlatih dengan pisang itu sehingga ketika pertama kali ini menerapkannya padaku, ia sudah seperti cewek yang berpengalaman. Ketakutanku sudah tidak bisa lagi mengalahkan rasa nikmat yang kuterima, aku mulai mendesah dan membelai kepalanya.

Hisapan, jilatan dan kuluman yang ia berikan pada batang dan zakarku membuatku tidak bisa bertahan lebih lama lagi, Sonya memang benar-benar hebat untuk seorang pemula.
"Aaah.. sshh.. Sonya cantik, abang ngga tahan.. sshh.. udah mau keluar.. aah..!", Mendengarku berkata demikian, ia segera menggunakan tangan kanannya untuk mengocok batangku sementara ia tetap menghisap dan mempertahankan bagian kepala di dalam mulutnya, lidahnya juga turut memberikan kehangatan belaian-belaian kasih.
"Aaah.. aahh..!" aku sudah tidak kuasa menahan kenikmatan yang bertubi-tubi ini, tubuhku tersentak-sentak dan akhirnya "croot.. crroot.. crroot.." cairan spermaku memancar keras di dalam mulut Sonya. Tubuhku melemas seiring dengan menjalarnya kenikmatan orgasme ke seluruh jiwaku, sementara Sonya masih meneruskan hisapan dan jilatannya seolah-olah tidak ingin ada yang tersisa. Penerimaan diri, kehangatan dan kasih sayang yang ia curahkan terasa sangat menyejukkan jiwaku. Sonya benar-benar seorang bidadari mungilku.

Setelah selesai menikmati spermaku, ia mendekatiku seraya berkata "Abang suka hadiah Sonya tadi?" Aku tersenyum haru dan mengangguk, kubelai lembut kepalanya lalu ia merebahkan kepalanya di dadaku sambil memelukku.
"Abang sayang sama Sonya" bisikku.
Kukecup mesra kepala bidadariku ini, wangi rambutnya mendamaikan perasaanku. Kupeluk dan kubelai mesra tubuhnya sampai ia benar-benar kembali tertidur dalam kehangatan pelukanku. Jam mejaku menunjukkan pukul 3.30 pagi saat aku mengangkat tubuh Sonya perlahan, menggendongnya kembali ke kamar tidurnya. Jaraknya tidak terlalu jauh, namun aku harus melewati kamar kedua orangtuanya. Hal itu menjadikan perasaanku sangat tegang karena harus bergerak perlahan untuk menghidari suara gaduh. Terlebih bila kudengar suara batuk dari dalam kamar ortunya, maka aku akan berdiri mematung sembari memejamkan mata, saat itu bahkan rasanya detak jantungku bisa didengar orang sekampung.

Akhirnya aku berhasil mengembalikan Sonya ke tempat tidurnya, menyelimutinya, lalu cepat-cepat kembali ke kamarku. Sesampainya di kamar, kubuka sedikit kaca jendela dan kutanggalkan bajuku yang basah oleh keringat, lalu kunyalakan rokok dan kuhisap dalam-dalam untuk menenangkan pikiranku. Pagi itu merupakan pagi terindah yang pernah kualami seumur hidupku.

Suara burung yang berkicau riang menyambut pagi terdengar bagaikan sebuah sonata nan indah yang seolah juga turut mengiringi kebahagiaan perasaan diri ini setelah menerima "hadiah-kejutan" luar biasa, yang pernah diberikan seorang bidadari mungil padaku. Segar rasanya tubuhku pagi itu walaupun kurang tidur semalaman, kuhirup udara pagi yang segar itu sedalam-dalamnya sambil kukayuh santai sepedaku menuju sekolah. Aktivitas rutin pun berjalan seperti biasanya di sekolah, hanya saja teman-temanku menilai sikapku menjadi lebih riang dibanding hari-hari lainnya. Siang itu sepulang sekolah, aku menuju rumah temanku untuk mengerjakan tugas kelompok, padahal aku sudah sangat ingin pulang dan bertemu Sonya secepat mungkin, tetapi.. apa boleh buat, aku harus menyelesaikan tugasku terlebih dahulu.

Sore itu aku baru bisa kembali bersepeda pulang ke rumah dan sesampainya di halaman aku melihat mobil CR-V Pak Sis nongkrong di sana.
"Wah, belum aman nich!" pikirku.
Aku segera menyimpan sepedaku di garasi, segera menuju kamarku lalu mandi. Saat makan malam aku juga masih belum melihat Sonya, hanya Tia yang terlihat baru bangun.
"Sonya belum pulang pak?" tanyaku.
"Ooh sudah pulang tadi siang, tapi lalu ia bapak antar ke rumah Ani, katanya mau mengerjakan tugas sekolah yang penting.
"Oh ya, bapak juga ingin menyampaikan bahwa besok sore ibu dan bapak akan berangkat ke Jakarta, baru lusa menuju Australia selama 1 minggu karena ada keperluan bisnis yang mendesak" kata Pak Sis dengan wajah yang berseri-seri.
"Lho, kok mendadak sekali pak?" tanyaku.
"Sebenarnya tidak mendadak, berita ini sudah bapak terima dari kemarin-kemarin, bapak juga sudah dibelikan tiket oleh perusahaan, Sonya dan Tia pun sudah bapak beritahu kemarin malam, hanya kamu saja yang tidak ada" jawab Pak Sis semangat.
"Bapak mau berpesan padamu agar selama kami pergi, kamu yang bertanggung jawab penuh di rumah ini dan juga harus menjaga dan memperhatikan Sonya dan Tia, bantu mereka terlebih dalam pelajaran agar tidak mendapat nilai buruk dalam ujian, kamu mengerti?" tanya Pak Sis tegas.
"Iya pak, saya mengerti" jawabku.
"Baiklah, kalau begitu sekarang bapak jemput Sonya dulu" kata Pak Sis dengan wajah yang cerah sambil mencium kening ibu Sis.
"Hati-hati ya pak!" kata ibu Sis.

Aku sudah tidur di kamarku saat Pak Sis dan Sonya kembali ke rumah sehingga hari itu hampir bisa dikatakan bahwa kami tidak bertemu karena kesibukan masing-masing.

Keesokan harinya, sepulang sekolah aku segera pulang ke rumah untuk membantu bapak dan ibu Sis menyiapkan segala yang mereka butuhkan. Setibanya di rumah kulihat koper-koper besar yang sudah siap dibawa, tertata rapi di ruang tamu. Pak Sis kemudian memintaku untuk mencarikan taksi karena menurutnya cara itu lebih baik daripada hanya menelepon lalu menunggu. Aku segera keluar dan mencari taksi kosong di pinggir jalan besar yang agak jauh dari rumah. Tidak lama kemudian menaiki taksi yang kupanggil. Aku segera mengangkat koper-koper besar itu ke dalam bagasi sementara Tia dan Sonya membantu dengan membawakan beberapa tas kecil. Setelah seluruh barang yang akan di bawa sudah dimasukkan ke dalam taksi, bapak dan ibu Sis memanggilku ke ruang tamu sementara Tia, Sonya dan si Was menunggui taksi di luar.
Bapak dan ibu Sis memberikan beberapa pesan penting padaku seperti beberapa nomor telpon penting yang bisa dihubungi jika ada sesuatu di luar kendali, namun intinya mereka mempercayakan semua padaku untuk sementara mewakili mereka menjaga dan memperhatikan kedua putrinya. Aku mendengarkan dengan sungguh-sungguh.
"Semoga berhasil Pak Sis dan ibu!" kataku.
"Terima kasih dan ingat semua pesan bapak dan ibu ya!" Tegas Pak Sis mengingatkanku.
Seluruh barang bawaan pun kembali diperiksa, lalu mereka berpamitan dengan Tia dan Sonya.
"Tia, Sonya, kalian harus nurut sama abang, jangan lupa belajar dan jangan nakal ya!" kata ibu Sis sambil memeluk dan mencium pipi kedua putrinya itu.
"Papa dan mama hati-hati ya!" kata Sonya.
"Iya, nanti juga kalau pulang jangan lupa oleh-olehnya yaa!" sambung Tia.
Pak Sis pun memeluk kedua putrinya dan mencium kening mereka.
"Papa dan mama berangkat dulu ya sayang, kalian baik-baik di rumah ya!" kata Pak Sis.
Selesai berpamitan, mereka lalu menaiki taksi yang akan mengantar mereka ke stasiun kereta api untuk lalu berangkat menuju Jakarta.
Taksi yang membawa bapak dan ibu Sis telah menghilang di balik tikungan jalan ketika aku melirik ke arah Sonya, pandangan kami pun bertemu dan ia melmparkan senyum manisnya kepadaku.
"Waah..pesta nih nanti malam!!" pikirku gembira.

Kriing.. kriing.. terdengar suara telpon berdering malam itu.
"Halo, dari siapa?" Terdengar suara Tia menjawab telpon.
"Kak Sonyaa.. telpon dari Dewa" teriak Tia memanggil Sonya.
Sonya segera menjawab telpon itu.
"Huuh.. banyak amat sih yang nelpon!!" gerutuku.
Sebenarnya bukan hanya malam ini saja, tapi hampir setiap malam banyak sekali telpon yang mencari Sonya dari temen-temen cowoknya di sekolah. Saat itu aku tidak terlalu peduli karena suasana rumah juga "belum-aman", tapi sekarang.. aku benar-benar merasa sangat terganggu.

Wajahku pastilah terlihat kesal ketika Sonya sudah berada di dekatku kembali dan bertanya, "Abang kenapa sich? Kok kelihatannya marah, ada apa bang?" tanya Sonya.
"Siapa sih itu yang nelpon, pacar ya?!" tanyaku dengan nada ketus, padahal aku sudah sangat berusaha untuk tenang, tapi tetap saja yang kuucapkan bernada ketus emosi.
"Iya bang, hihihi enggak kook, Dewa cuman temen biasa tadi juga cuman nanyain PR buat besok, Mmm.. abang cemburu yaa?" godanya padaku sambil melemparkan senyum nakal.
"Eh.. eng.. enggak kok, cuman sinetronnya sedang seru tuh" kataku dengan gugup berusaha mengelak.
"Kenapa sih dari tadi banyak amat mahluk yang nelpon??" tanyaku akhirnya.
Sonya tersenyum lalu berkata, "begini deh, nanti kalau ada yang nelpon lagi, abang juga angkat telpon yang di kamar mama yaa, biar bisa ikutan dengar" katanya.
"Oh boleh, abang juga pengen tau apa sih maunya orang-orang yang nelponin Sonya itu.. huh.. mengganggu saja mereka!!" jawabku kembali dengan nada ketus.
Sonya lalu duduk di sampingku di sofa panjang sambil merangkulkan tangan kiriku pada lehernya, lalu ia dengan manja merebahkan kepalanya di pundakku.

Perasaanku pun kembali tenang. Kami menonton acara TV bersama, melepaskan lelah sehabis sibuk mengerjakan tugas-tugas rumah untuk sekolah esok. Tialah yang paling berkuasa memonopoli acara TV yang kami tonton karena ia memegang remote TV, duduk di karpet sambil bermain dengan boneka-boneka Barbienya dan tidak ada seorang pun yang boleh mengganggunya saat itu karena ia sangat suka menonton sinetron kesayangannya, Bidadari. Setelah sinetron itu selesai, aku segera menyuruh Tia untuk bobo. Sonya dan aku biasanya sering menemani Tia untuk menina bobokannya, terlebih malam ini saat aku dan Sonya ingin mereguk "kenikmatan surga duniawi" yang telah lama tertunda.
"Tia, ayo bobo sayang, sudah malam nih" kataku membujuknya.
"Nanti ya Bang, soalnya Tia masih mau nonton TV" kata Tia sambil tertawa-tawa dan berusaha untuk menghindariku yang berjalan ke arahnya.

Kriing.. kriing.. kembali telpon berbunyi.
"Bang, Tia angkat telpon dulu!" kata Tia seolah mendapat angin lalu berlari menuju telepon.
"Halo.. selamat malam.. dari siapa?" tanya Tia.
"Kak Sonyaa.. telpon dari Padi" teriak Tia memanggil kakaknya.
Sonya lalu menggamit tanganku dan memintaku untuk mendengarkan pembicaraan mereka lewat telpon di kamar ortunya. Pintu kamar kubuka lebar-lebar sehingga aku bisa mendengarkan pembicaraan sambil melihat ke arah Sonya yang berdiri di sana.
"Halo" kata Sonya.
"Hai Sonya, ini Padi, sedang ngapain nich?" Padi berbasa basi.
"Nonton TV, eh kamu dari kelas berapa??" Sonya bingung.
"eh.. aku dari kelas tiga itu lho, defendernya tim inti basket sekolah kita, kamu khan cheerleadernya pasti kamu tau aku doong" jelasnya.
"Cuihh.. nge-bullshit dia!!" pikirku geram.
"Hmm.. mungkin" jawab Sonya dingin.

Suasana hening sejenak, lalu terdengar Padi berkata lagi
"mm.. begini, sebenernya aku mau mengajak Sonya nonton pertandingan basket liga profesional besok sore yang di stadion deket sekolah kita, Sonya ada waktu ngga?" tanyanya penuh harap.
"Waah, kayaknya ngga bisa deh Di, besok sore Sonya mau berenang" jawab Sonya cuek.
"Mau berenang yaa? Di mana? Aku temenin deh, aku juga suka berenang, bareng ya besok!" pinta Padi.
"Busseet dasar bajigur! Maksa amat jadi orang, wong Sonya juga nggak kenal ama dia" pikirku.
"Ah, nggak perlu deh Di, soalnya Sonya ditemenin sama Tia dan abang, tapi makasih ya" Sonya menolak dengan halus.
"Ngga pa pa deh.. tapi gimana kalo besok pulang sekolah bareng kuanter naik motorku, aku tunggu di depan kelasmu yaa" katanya lagi usaha.
"Besok Sonya dan teman-teman mau janjian kerja kelompok jadi pulangnya harus bareng-bareng naik angkot soalnya Sonya belom tau rumahnya.."
"Huaahh dasar gombal, perayu kelas teri!!" gerutuku dalam hati.

Kesal sekali rasanya, orang itu kok kayak nggak ngerti-ngerti, Sonya sudah tidak mau kok masih aja maksa.. dsb.. dsb.. begitulah kira-kira apa yang kupikirkan saat itu. Perasaanku meledak-ledak sekali, ingin rasanya aku memotong pembicaraan mereka dan menyudahinya, tapi aku berusaha untuk bersikap tenang terlebih di depan Sonya, aku harus selalu bisa memberikan contoh yang baik, aku juga berusaha untuk mengerti seandainya aku yang berada pada posisi si Padi tadi, mungkin aku juga akan begitu, yahh, namanya juga usaha..

Aku melihat bahwa begitu banyak orang yang berusaha mengambil hati Sonya, mendekatinya dan menjadikannya pacar, tetapi mereka tidak bisa mendapatkan apa yang mereka inginkan. Hal ini membuatku merasa sadar bahwa betapa bahagianya aku saat ini karena bisa memilikinya, menyayanginya, mencurahkan seluruh perhatian dan perasaan kasih sayangku padanya, merupakan suatu penghargaan tertinggi yang bisa kupersembahkan kepada Sonya ataupun kepada bidadari-bidadari kecil lainnya yang pernah dan mungkin akan kutemui sepanjang perjalanan hidupku.

Aku kembali melihat ke arah Sonya yang tersenyum-senyum sambil memandangku. Sonya terlihat begitu cantik, lesung pipit di pipinya menyempurnakan kecantikan wajahnya, Ia mengenakan daster tipisnya yang seksi sehingga aku dapat melihat tonjolan bukit kembarnya yang tengah berkembang pesat, kulitnya yang putih mulus, tubuh yang seksi feminin, rambut terurai berkilau panjang sebahu, usianya yang baru menginjak 12 tahun, benar-benar seorang bidadari. Selain teman-teman yang mendekatinya, banyak juga pencari-pencari bakat dan produser-produser sinetron lainnya yang sudah kebelet ingin menjadikannya seorang model-lah, bintang sinetron-lah, tetapi untungnya semua tawaran itu ditolak mentah-mentah oleh Pak Sis, dan aku tentu saja, sangat mendukung keputusan Pak Sis tersebut.
"Mm, jadi besok Sonya sibuk sekali ya?" tanya Padi yang keliatannya udah agak ngerti.
"Huaahh dasar lamban!" pikirku emosi.
"Iyyaa.." jawab Sonya dengan manja.

Suaranya yang halus dan manja serta silhouette tubuh sexy femininnya plus dua bukit kembar di balik dasternya yang tipis membuat birahiku menggelegak bak lahar di kawah candradimuka, ingin rasanya segera menerkam dirinya dan segera memberikan sentuhan kenikmatan seperti yang biasa kuberikan padanya, terlebih suasana saat ini telah begitu mendukung. "Hhh.. hh.. hh.." perasaan cemburu dan nafsu birahiku bercampur menjadi satu membuatku tidak mampu lagi mengatur nafasku, jantungku berdegup kencang.

"Eh Padi, udah dulu ya, Sonya mau bobo nich!" kata Sonya tiba-tiba mengakhiri pembicaraannya, mungkin ia juga bisa mendengar dengusan nafasku di telepon, tapi aku sudah tidak peduli, segera kututup telponnya dan segera berjalan dengan cepat ke arah Sonya yang tidak lama kemudian juga menutup telponnya lalu dengan setengah berlari ia masuk ke kamarku.

Ketika aku masuk ke kamar, kulihat Sonya tengah berdiri bersandar di meja belajar menantiku sambil kaki kirinya naik ke atas tempat tidurku sehingga dapat kulihat pahanya yang putih mulus itu tersingkap dengan jelas di hadapanku. Dengan cepat kupegang erat kedua bahunya, kutarik lalu kudorong merapat tembok. Aku merapatkan jarak dengannya lalu kuraih kedua tangannya dan kuangkat ke atas menempel ke tembok lalu kutahan. Posisi Sonya sekarang bagaikan orang yang sedang "angkat-tangan" di hadapanku membuat kedua bukit kembarnya tercetak jelas di balik daster tipisnya. Ia memandangku dengan pandangan yang penuh kegairahan sambil sedikit menggigit bibir bawahnya. "Hhh.. hh..hh.." Aku memandang wajahnya dengan penuh nafsu sampai-sampai hembusan nafasku mengibaskan rambutnya.

Posisi dadanya yang membusung ke depan begitu menantang dikarenakan kedua tangannya yang masih juga kutahan di atas. Tanpa bisa kukontrol lagi aku segera menghisap dan menjilati payudara kuncup bidadari kecilku. Daster tipis yang membalut bukit kembarnya yang sexy itu tidak bisa menghalangi hisapan dan jilatan liarku, bahkan malah membuatku semakin bernafsu untuk menghisap, karena ternyata jika menjadi semakin basah, maka bukit kembarnya itu akan semakin tercetak dengan jelas. Hal ini membuat Sonya menggeliat-geliat kenikmatan. Tidak lama kemudian ciuman dan jilatan kuarahkan ke lehernya yang jenjang, dagunya lalu naik ke bibir tipisnya yang sexy. Pertarungan emosi antara nafsu dan rasio agar tidak melakukan hisapan dengan sangat kuat dan penuh nafsu, hingga bisa menyakiti dirinya membuat tubuhku bergetar.

Kekhawatiran itu membuat kelembutan diriku kembali muncul, lalu kuhisap lidah Sonya dengan lembut dan penuh perasaan, melepas kerinduanku yang sudah sekian lama tertunda, sementara tanganku pun mulai merayap turun untuk kemudian menjamah kedua bukit kembarnya. Sonya terlihat menikmati apa yang kulakukan terhadap dirinya lalu mulai merangkulkan lengan kirinya di leherku lalu tangan kanannya membelai kepalaku. Aku kemudian menggetarkan tanganku seperti vibrator yang kini memegang sepasang payudaranya, hal itu ternyata membuat Sonya amat sangat terangsang sehingga kali ini ia tidak bisa mengontrol dirinya dan mulai menghisap lidahku dengan kuat. Hisapannya pada lidahku begitu kuat di tambah rangkulan tangannya pada leherku sehingga membuat kepalaku serasa terjepit. Bagiku, selama masih dalam batasan yang wajar dan masih bisa kuatasi, Sonya boleh lepas kontrol terhadapku tetapi aku yang wajib untuk mengontrol diriku sendiri agar tidak menyakiti apalagi sampai merusaknya secara fisik.
Kugetarkan kembali tanganku agak kencang pada sepasang payudaranya yang sensitif itu dan "Aaahh.." Sonya mendesah. Apa yang kulakukan ternyata membuatnya terangsang hebat, begitu hebatnya sampai-sampai ia melepaskan hisapannya pada lidahku dan agak memundurkan payudaranya sedikit ke belakang agar terlepas dari getaran mautku. Kesempatan itu tidak kusia-siakan, segera kubuka daster tipis Sonya dan menyisakan CD putihnya, sehingga seolah masih menyimpan misteri yang membuatku menjadi selalu penasaran, lalu kugendong dia ke atas tempat tidurku sambil memberinya french kiss.
Tangan kananku pun sibuk mengusapi perutnya lalu turun ke bagian paha dalamnya dan naik lagi ke perutnya sambil sesekali membelai payudaranya yang sensitif itu. Rangsangan tanganku kini mulai kufokuskan, kuelus puncak bukit payudara kanannya dengan telunjukku sementara keempat jari lainnya memijat-mijat badan bukitnya yang secara utuh telah berada di bawah telapak tanganku. Perlahan tanganku menggetarkan bukit payudaranya lalu kupercepat intensitas getarannya, hal ini membuat Sonya kembali tidak dapat mengontrol dirinya. Rangkulan tangannya pada leherku menjadi sedemikian eratnya, begitu pula hisapannya pada lidahku yang seolah-olah ingin menelan seluruh cairan tubuhku sampai tak bersisa. Hangat nafasnya yang terengah-engah pun menerpa wajahku dan menambah sexy suasana.

Akhirnya Sonya menekan dadanya ke bawah agar payudaranya bisa terlepas dari getaran tanganku. Hisapan dan rangkulannya jadi agak mengendor, saat itu aku yakin Sonya berusaha curi nafas, tapi aku tidak mau membiarkan nafsunya turun begitu saja, lalu dengan cepat aku segera menggeser ciuman dan jilatanku ke leher kemudian menuju bukit payudara kirinya. Kuhisap dengan cepat puncaknya yang berwarna coklat muda yang indah memberikan gradasi warna yang kontras sempurna dengan kulitnya yang putih.
"Aaahh.. abaanghh.. hh.. hh.. sshh.. Sonya ngga kuat baang.. mo pipiissh.." Sonya kembali mendesah.

Aku bisa merasakannya, tentu saja dia langsung menyerah, sebab begitu mulutku mendapatkan putingnya langsung kuhisap dan kujilati puncak bukit payudara kirinya itu, tanganku pun langsung mengejar dan kembali menggetarkan payudara kanannya yang agak terlepas tadi.
"Abaanghh.. sshh.. aahh.." tubuh Sonya menggelinjang-gelinjang kenikmatan.
Ia juga mulai mengangkat pinggulnya yang berarti ia mau menyerah sekarang. Melihat hal itu aku segera bergerak cepat, menghentikan hisapanku lalu berpindah menuju selangkangannya. Kedua tanganku dengan sigap lalu membuka kedua pahanya lebar-lebar lalu kupinggirkan bagian celana dalamnya yang sudah basah dan masih menutupi vaginanya karena aku tidak punya waktu lagi untuk melepaskannya.

Sekarang aku bisa melihat cairan kenikmatan yang meleleh keluar dari daerah keperawanan Sonya. Aku segera menjilat dan menghisapnya sementara jariku masih menahan bagian CDnya yang tadi kupinggirkan agar tidak lagi mengganggu. Sonya segera mencengkram rambutku dengan kedua tangannya dan menekannya lebih dalam sementara paha kiri dan kanannya menjepit kepalaku dengan kuat.
"Abaanghh.. sshh.. aahh.. Sonya keluar.. baanghh.." teriaknya.
Tubuh Sonya yang sexy itu kini tersentak-sentak, sementara aku berusaha meredam gerakan liarnya agar rangsangan dan hisapanku tidak terlepas dari vaginanya.
"Aaahh.." Seiring dengan desahan itu, meluncurlah cairan orgasmenya yang hangat dan nikmat, langsung kusambut dengan hisapan mulutku. Tekanan tangan dan jepitan pahanya kini sudah lepas, Sonya sudah tenang kembali tapi masih terlihat lemas, segera kubuka celana dalam putihnya yang menggangguku tadi.

Kini Sonya benar-benar telanjang bulat di hadapanku. Tubuhnya yang putih mulus itu terlihat mengkilap oleh keringat, matanya sayu menatapku dan ia mencoba untuk tersenyum. Aku tersenyum padanya dan mulai menjilati kembali daerah kewanitaannya yang kini sudah mulai ditumbuhi bulu-bulu halus walaupun masih jarang. Sebenarnya, aku kurang suka melihatnya karena favoritku adalah daerah kewanitaan yang benar-benar bersih tanpa bulu, tapi daripada mengeluh, lebih baik aku mensyukuri apa yang kumiliki. Aku mulai menjilati bibir vertikal dan bulu-bulu halusnya, sementara tangan kiriku berusaha menjatuhkan CD Sonya ke bawah ketika tiba-tiba..

Kini Sonya benar-benar telanjang bulat di hadapanku. Tubuhnya yang putih mulus itu terlihat mengkilap oleh keringat, matanya sayu menatapku dan ia mencoba untuk tersenyum. Aku tersenyum padanya dan mulai menjilati kembali daerah kewanitaannya yang kini sudah mulai ditumbuhi bulu-bulu halus walaupun masih jarang. Sebenarnya, aku kurang suka melihatnya karena favoritku adalah daerah kewanitaan yang benar-benar bersih tanpa bulu, tapi daripada mengeluh, lebih baik aku mensyukuri apa yang kumiliki. Aku mulai menjilati bibir vertikal dan bulu-bulu halusnya, sementara tangan kiriku berusaha menjatuhkan CD Sonya ke bawah ketika tiba-tiba..

Celana dalam Sonya yang kupegang tadi tiba-tiba ditarik oleh seseorang yang tidak kami sadari keberadaannya sedari tadi. Aku sangat-sangat terkejut sampai-sampai aku terduduk tegak menghadap ke arah Sonya yang masih terlihat lemas. Aku tidak berani menoleh dan kurasa wajahku menjadi pucat.
"Iiih abang, ini khan celana dalam Kak Sonya jangan dilempar-lempar doong! lho, kok basah sih celananya? Emangnya abang sama Kak Sonya lagi ngapain sih? Kok Kak Sonya telanjang?" pertanyaan beruntun yang dilontarkan oleh suara mungil yang sangat kukenal baik.. ya, itu suara Tia..
Betapa cerobohnya aku sampai-sampai lupa mengunci kamar. Aku berusaha keras mengingat-ingat apa yang terjadi, mengapa Tia bisa lolos sampai di sini? Seharusnya dia khan sudah bobo..

Wuaahh.. kini aku ingat.. ini semua gara-gara telpon sialan itu yang membuat kami lupa untuk menidurkan Tia. Rupanya ia masih menonton TV saat kami bercinta di sini. Tia lalu mendekati Sonya dan memberikan celana dalamnya yang ia ambil dari tanganku tadi. Sonya tidak tampak terkejut saat melihat Tia dan itu membuatku sedikit merasa tenang.
Sonya merangkul Tia dan berkata dengan lembut, "abang tadi sedang mengajarkan sesuatu yang pernah Kak Sonya ceritakan sama Tia, masih ingat khan?" tanya Sonya.
"Yang ngga boleh bilang papa mama itu khan? Iya kak, Tia masih ingat" jawab Tia.
Sonya tersenyum senang "Tia mau khan diajarin juga sama abang dan Kak Sonya?" lanjut Sonya.
"Tapi tadi Kak Sonya diapain sih sama abang, kok sampe teriak-teriak, Tia khan jadi takut" raut wajah Tia jadi agak berubah.
Sonya memeluk Tia dan membelai punggungnya seraya berkata, "abang tadi membuat Kak Sonya kegelian.. enaak sekali, saking enaknya Kak Sonya ngga sadar kalo teriak, naah kalo Tia mau diajarin sama Kak Sonya dan abang, Tia harus selalu menepati janjinya ya!" bujuk Sonya.
"Iya kak, Tia janji ngga akan bilang papa mama dan mau nurut sama abang dan Kak Sonya" janji Tia.
Sonya tersenyum mendengarnya lalu menyodorkan kelingkingnya ke arah Tia sambil berkata, "janji yaa!" Tia pun lalu mengaitkan kelingkingnya dengan kelingking Sonya tanda ia berjanji.

Perasaanku menjadi tenang kembali melihat kakak beradik yang cantik itu rukun dan akur. "Nah, Tia sudah berjanji sama Kak Sonya, sekarang Tia harus berjanji juga dong sama abang!" perintahku. Tia lalu berjalan mengitari tempat tidur ke arahku sambil menyodorkan kelingkingnya untuk mengikat janji denganku. Aku melihat wajahnya yang begitu polos, begitu murni membuat perasaan sayangku padanya meluap-luap. Manusia macam apa yang akan tega menyakitinya??

Aku segera mengangkatnya dan mendudukkannya di atas perutku lalu berkata, "Iya Tia sayaang, abang percaya sama Tia, Tia khan anak cantik yang baik.. cup kataku sambil mengecup keningnya.
"Nah, sekarang abang akan memperlihatkan bagaimana caranya memberikan oral seks kepada Kak Sonya, Tia perhatikan baik-baik!" kataku sambil tersenyum padanya.
Baru saja aku mau bergerak ke arah Sonya, tiba-tiba Sonya duduk dan berkata, "tidak adil dong Bang kalau begitu, sekarang giliran abang yang Sonya kasih "os"!" katanya sambil bergerak ke arahku. Terus terang saja, aku terkejut mendengarnya sampai jadi salah tingkah, ternyata Sonya bukan hanya seorang anak cantik dan cerdas tetapi juga penuh pengertian. Sebenarnya aku agak malu mempertontonkan batangku di depan kedua godiva kecilku ini, tapi apa boleh buat..

Aku segera melucuti pakaianku di depan kedua goddess mungilku sesuai dengan permintaan Sonya. Mungkin karena aku merasa agak malu sehingga batangku yang tadinya begitu tegang, menjadi kembali agak tertidur.Dengan telanjang bulat, aku segera menaiki tempat tidur lalu mengatur posisi Tia agar dia bisa memperhatikan dengan jelas apa yang akan Sonya lakukan. Tia masih tetap duduk di atas perutku tapi menghadap ke arah Sonya sehingga aku juga dapat memeluknya dari belakang, sementara Sonya sudah siap berhadapan dengan batangku.
"Tia, perhatikan Kak Sonya yaa!" kata Sonya pada Tia yang mulai memperhatikan ulah kakaknya itu dengan seksama. Sonya mulai mengecup dan menjilati batangku dari kepala hingga pangkal, buah zakar, dan tak lama kemudian batangku mulai bangun lagi.
"Iiih.. burungnya abang berdiri!" tiba-tiba Tia berteriak.
"Iya Tia, itu artinya abang sayang sama Kak Sonya" jawab Sonya menjelaskan.
Aku tersenyum lalu menambahkan, "abang sayang sama Sonya juga sama Tia" tambahku sambil mencium pipi Tia dari belakang.

Sonya lalu mulai memasukkan bagian kepala batangku ke dalam mulutnya lalu menguncinya dengan bibir dan lidahnya, kemudian dengan hati-hati agar tidak terkena giginya meluncur turun menuju pangkal batang sehingga hampir seluruhnya berada di dalam mulutnya selama beberapa saat, baru naik lagi ke bagian kepala.
"Aaah.." aku mulai menggeliat keenakan. Tia yang berada dalam pelukanku, kini menjadi sasaran kegiatanku, tapi aku tidak berusaha merangsangnya agar perhatiannya tetap fokus pada Sonya. Aku hanya memeluknya dari belakang dengan penuh kehangatan dan mencium wangi rambut dan tubuhnya sebagai penambah stamina, yang juga merupakan aroma terapi bagiku agar mampu bertahan lebih lama menghadapi rangsangan blow job yang Sonya berikan.

Semakin nafsuku menggelegak naik, semakin aku menarik nafas dalam-dalam dengan perlahan, menikmati aroma harumnya tubuh dan rambut Tia. Suatu hal yang menarik bagiku adalah, jika seorang gadis cantik selalu rajin menjaga kebersihan tubuhnya dengan mandi secara teratur dan menggunakan sabun yang sesuai dengan kulitnya, bukan dengan memakai parfum banyak-banyak, maka ia akan terlihat selalu segar, awet muda dan selalu akan menebarkan aroma wangi yang bersih. Hal itu akan menjadi suatu ciri khas bagaikan sidik jari pada setiap orang.
"Ssshh.. aahh.." aku kembali mendesah. Hisapan dan gerakan Sonya yang semakin cepat membuat konsentrasiku buyar. Rasa geli dan ngilu nikmat akibat kuluman dan hisapan itu mulai menjalar naik ke seluruh tubuh ini.
Kupeluk Tia dengan agak kencang, nafasku memburu, aku tidak kuat lagi untuk bertahan lebih lama dan, "Aaah.. Sonya.. abang mau keluar sayaang.. sshh.. aahh.." Sonya segera melepaskan hisapannya, kini tangannya mengocok batangku dengan cepat, mulutnya membuka lebar siap menyambut semburan lahar cintaku.
Tubuhku bergetar hebat bagaikan terkena sengatan listrik dan akhirnya, "Sonya.. Aaahh.. croot.. croot.. croot.." spermaku pun muncrat dengan cepat dan banyak mengenai mulut dan wajah Sonya dan ketika tembakan spermaku tadi mulai berhenti, Sonya lalu menghisap batangku yang mulai melemas dengan antusias seperti seorang yang sedang menghisap permen lolipop.
Setelah merasa sudah tidak ada cairan yang tersisa pada saluran dalam batangku, Sonya pun duduk dan menatap wajahku yang kini bertopang lemas pada bahu kanan Tia, memandang sayu ke arahnya.
"Iiih, Kak Sonya kok mau minumin pipis abang?" tanya Tia setengah berteriak.
Sonya tersenyum lalu bertanya, "Tia sayang ngga sama abang?" Tia mengangguk.
"Kalau begitu Tia pasti nanti mengerti" kata Sonya dengan bijak.
Aku tersenyum mendengarnya, Sonya benar-benar seorang bidadari muda yang hebat dan bijak.
"Nah, pelajarannya selesai, besok kita lanjutkan lagi, sekarang Tia bobo yaa!" perintahku sambil menggendong Tia ke kamarnya dengan tubuhku yang masih telanjang bulat, sementara Sonya membersihkan dirinya.

Tidak berapa lama Sonya masuk ke kamarnya dengan membawa piyamaku saat aku masih menunggui Tia yang sudah mulai terlelap di balik selimutnya yang hangat. Aku segera memakai piyamaku lalu menuju tempat tidur Sonya untuk mengucapkan selamat malam. Ia tersenyum memandangku, kukecup bibir tipisnya yang sexy itu seraya berkata, "Sonya, kamu sangat cantik dan luar biasa malam ini sayang" kubelai rambutnya dengan lembut, "sekarang bobo ya sayang" kataku lagi sambil memeluknya dengan penuh kehangatan, lalu kembali ke kamarku.

Keesokan pagi sampai dengan sore berjalan sebagaimana biasa, tetapi waktu malam setelah mereka kutemani dan kubantu menyelesaikan tugas-tugas sekolahnya, itulah yang rruaarr biasaa. Malam-malam berikutnya programku kepada mereka adalah memberikan tontonan kepada Tia tentang film-film lesbian, dan juga peragaan deep and hot french kiss, pemberian oral dan blow job secara "live" antara aku dan Sonya.

Selama ini aku tidak pernah "menembus" Sonya dan menyentuh Tia secara lebih dalam, hal itu hanya kuwakilkan kepada Sonya. Kuminta Sonya untuk mempraktekkan french kiss dan pemberian oral pada Tia sementara aku mengamati dan memberinya instruksi sambil berbaring di samping Tia, memegang tangannya dan membelai lembut kepalanya. Beberapa adegan film close-up yang bagus sengaja ku paus untuk memberikan pengertian, terutama pada Tia, tentang gaya dan cara untuk memuaskan pasangannya.

Aku bagaikan seks instruktur bagi mereka (I'm a sex instructor for pretty young divas only, first lesson's free). Pengertian-pengertian yang kuberikan bukan hanya sebatas aktivitas di atas ranjang saja, tetapi juga sampai pada menjaga gizi seimbang, olahraga yang teratur agar tubuh tetap sexy dan enak dipandang, serta bagaimana cara membersihkan tubuh mereka terutama daerah-daerah yang paling feminin dan misteri dari seorang wanita, tapi untuk hal yang satu itu hanya sebatas pengetahuanku saja, mengenai detilnya, kuanjurkan agar mereka bertanya pada ibundanya. Aku berusaha untuk menanamkan pemikiran serta sikap pada kedua goddess mudaku ini bahwa menjaga kebersihan diri merupakan hal yang teramat sangat penting bagi seorang wanita. Pernah juga Sonya bertanya mengenai perubahan yang terjadi pada tubuhnya dan membandingkannya dengan cewek-cewek yang ada di film lesbian yang kami tonton.

Ia bertanya mengapa cewek-cewek itu di daerah ketiak dan kewanitaannya bersih tanpa bulu, lalu apakah kalo besar nanti payudaranya akan tumbuh jadi sebesar bola basket seperti yang di film karena ia tidak mau seperti itu dan ingin yang normal saja seperti milik ibunya, dan mengapa milikku tidak sebesar tongkat baseball menakutkan seperti yang di film. Aku memberikan penjelasan bahwa mengenai daerah ketiak dan kewanitaan yang bersih tanpa bulu karena mereka secara teratur mencukurnya karena hal itu melambangkan kefemininan, keindahan dan keseksian bagi mereka, kukatakan juga bahwa mereka itu mencukurnya dengan alat cukur janggut seperti milik papanya tapi kembali kutegaskan mengenai yang lebih benarnya sebaiknya bertanya langsung ke ibu mereka atau ke sesama teman cewek di sekolah yang pastinya lebih mengetahui secara detil hal-hal semacam itu.

Intinya, seorang wanita cantik akan lebih sempurna apabila pandai menjaga kebersihan tubuhnya menghilangkan rambut di tubuhnya secara teratur, kecuali tentunya rambut pada bagian kepala karena itu merupakan sebuah Tiara kecantikan yang wajib untuk selalu dirawat dan dipertahankan. Kuanjurkan juga agar mereka saling mengingatkan untuk selalu menajaga kebersihan diri dengan sebaik mungkin, karena walaupun Sonya dan Tia cantik-cantik bagaikan bidadari, namun kalau tidak pandai merawat diri, pasti akan terlihat sangat tidak menarik. Mereka tahu dan pernah melihat contoh-contoh kurang baik yang kuperlihatkan dan mereka pun tidak ingin menjadi seperti itu.

Mengenai payudaranya, aku jelaskan bahwa itu akan tumbuh dan berkembang secara normal tetapi tidak akan sebesar seperti yang kami lihat di film, karena yang di film itu merupakan hasil operasi plastik penanaman silikon, lagipula kutambahkan bahwa aku sangat menyukai yang natural asli alami seperti payudara milik Tia dan Sonya. Mengenai milikku, kujelaskan bahwa batang segede tongkat baseball itu masih bisa dibilang kecil.. karena ada yang segede dan sepanjang tiang listrik hahaha.. Kujelaskan batang yang besar itu tidak banyak manfaatnya, malah hanya akan menyakiti si cewek. Contoh yang kuberikan pada Sonya adalah ketika dia memberiku blowjob, maka dia tidak perlu membuka mulutnya lebar-lebar dalam waktu yang lama karena hal itu akan menyakitkan buat rahangnya, lalu kalau dimasukkan ke dalam vagina pasti akan membuat si cewek kesakitan, walau tidak lama karena setelah itu pasti terasa nikmat, tetapi efeknya adalah meninggalkan lubang yang besar dan meninggalkan bentuk yang kurang sedap dipandang.

Aku mengetahuinya karena aku sudah mendengar pengakuan yang diberikan oleh seorang aktris pemain film seks professional itu sendiri kepadaku. Karena itulah aku tekankan pada mereka untuk selalu menghargai dan memanfaatkan dengan sebaik-baiknya semua yang mereka miliki agar lalu tidak menjadi rendah diri dan bersembunyi di balik kepalsuan. Aku juga menanyakan pada Sonya apakah dia suka batang yang segede di film, Sonya mengatakan bahwa ia takut melihatnya dan ia lebih suka yang normal alami. Kutegaskan bahwa yang terpenting adalah pengertian dalam membahagiakan pasangan, bukan menyiksanya.

Sayang sekali saat itu aku kesulitan mendapatkan film-film Jepang sebagai pembanding karena rata-rata film versi asia khususnya Jepang lebih berani tampil natural, tidak bersembunyi di balik hasil operasi buatan yang penuh kepalsuan, namun mampu menampilkan variasi hebat, kreatif dan inovatif serta berteknik tinggi, sehingga secara pribadi, aku kagum kepada mereka.

Dari sekian banyak materi "kuliah" yang kuberikan, satu hal yang paling penting adalah menjaga diri mereka terutama bila mereka sudah mulai berpacaran nanti, maksudku jangan sampai rudal sang pacar diijinkan untuk menembus keperawanannya lalu si pacar kabur begitu saja, pokoknya kalau si pacar itu sudah ingin yang macem-macem, segera putuskan. Serahkan diri seutuhnya hanya pada orang yang benar-benar menyayangi, perhatian dan bertanggung jawab sebagai suami yang syah itulah kebahagiaan sejati yang kutanamkan pada pemikiran mereka dan kuyakin dapat terwujud suatu hari nanti pada diva-diva mudaku ini.

Keesokan harinya yakni hari Sabtu itu sepulang dari sekolah, aku mendapat kabar per telepon dari Pak Sis bahwa mereka sudah kembali berada di Jakarta dan baru besok sore akan sampai di rumah. Ia juga menanyakan kabar kedua putri yang sudah sangat dirindukannya serta menyampaikan bahwa pertemuan bisnisnya di Australia berhasil dengan sukses. Aku memberikan laporan bahwa kedua putrinya dan keadaan di rumah baik-baik saja serta mengucapkan selamat atas keberhasilannya. Kabar itu membuat perasaanku campur aduk,"ini berarti malam terakhir pesta kami bertiga!" pikirku.

Malamnya kebetulan aku ada janji ketemu dengan cewek cantik anak kelas satu di sekolahku yang selama ini kuincar, maka aku pulangnya agak malam, namun Sonya dan Tia sudah kuberitahu dan kujanjikan bahwa pelajaran pasti berlanjut malam ini, mereka juga kuharuskan menonton film lesbian yang sudah kusiapkan sambil menungguku, jadi tidak perlu khawatir.

Kencan malam itu berakhir dengan sukses, karena ketika aku nyatain.. ternyata di luar dugaan dia menerimanya, betapa bahagianya aku malam itu. Saat aku tiba di rumah sekitar pukul 22.00 aku langsung mencari Sonya dan Tia. Agak terkejut ketika kudapati mereka berdua di kamar ortunya tengah berciuman sambil berguling-guling di atas spring bed yang besar itu.

"Waah, kok ngga nungguin abang sich?" godaku.
"Abiis abang lama sich, Sonya dan Tia khan nggak sabar jadinya, tapi ini juga baru mulai kok bang, tadi lamanya nonton film dulu" jawab Sonya.
Tia menghambur ke arahku minta digendong dan ia pun bergantung di punggungku.
"Eh.. abang mau cerita nich, tadi abang sudah nyatain ke temen cewek yang cantik, junior abang di sekolah, dan abang diterima jadi pacarnya" kataku gembira.
"Waah, selamat ya bang, ada fotonya ngga?" tanya Sonya.
Aku segera mengambilnya di dompetku, "nih liat, abang dikasih waktu di restoran tadi, gimana menurut Sonya?"
"Waah, abang seleranya bagus.. dia cantik sekali, cute, siapa namanya bang?" tanya Sonya.
"Liat doong, liat fotonya" kata Tia.
"Namanya Melati" jawabku.
"Wuiihh, iya Bang cantiik, kaya Kak Sonya" Tia berpendapat.
"Aaah, cutenya lebih mirip Tia kok" Sonya memuji keimutan adiknya.
"Bang, nanti kenalin sama Sonya dan Tia, ajak maen seks bareng" pinta Sonya.
"Iya baang" dukung Tia.
Idenya benar-benar membuatku sumringah.
"Waahh, seru buanget nih" pikirku.
"Pasti, abang kenalin ke bidadari-bidadari abang ini, tapi kalau ngajak maen bareng.. abang nggak bisa janji yaa" kataku.
"Nggak pa pa kok bang, yang penting kenalin dulu sama kita cewek beruntung yang jadi pacar abang itu" kata Sonya. "Aaah, Sonya bisa aja" kataku tersipu.
"Ayo ah, sekarang kita mulai pelajarannya, biar abang yang buka daster kalian yaa!" kataku sambil mulai melucuti pakaianku sendiri.
Dengan menyisakan celana dalam di tubuhku, aku berkata pada Sonya, "malam ini abang mau mencoba Tia, boleh ya Sonya" kataku. Tia memandang ke arahku lalu ke arah Sonya. Sonya tersenyum lembut lalu berkata, "boleh dong Bang Sonya dan Tia khan percaya sama abang" jawab Sonya. Mendengar ijin Sonya, Tia pun tersenyum lalu memandang ke arahku.
Tia mengangkat kedua tangannya lurus ke atas tanpa dikomando ketika kedua tanganku baru saja mau membuka dasternya. Satu kesalahan kecil saja yang kulakukan terhadap mereka maka aku akan menjadi salah satu bintang dalam berita TV. Segera kuangkat Tia yang kini hanya mengenakan celana dalam putihnya itu ke tengah tempat tidur, lalu kurebahkan. Sementara Sonya mengambil posisi berbaring di samping kiri Tia, memegang tangannya dan membelai rambutnya. Aku duduk tegak di atas kedua lututku untuk menikmati pemandangan-pemandangan indah yang terhampar di depanku. Kuperhatikan Tia yang kini hanya tinggal dibalut celana dalamnya saja, kulitnya yang putih mulus mirip kakaknya, membuatku tidak sabar untuk memberinya kecupan-kecupan mesra.
Pada sebelah kiri Tia berbaring Sonya dengan daster tipisnya yang agak tersingkap di bagian paha, sehingga kini bisa kulihat kulit pahanya yang mulus dan sekilas celana dalam pinknya yang begitu sexy menggoda. Sonya dengan cepat menutup bagian dasternya yang tersingkap tadi dengan gaya yang malu-malu dan memandangku dengan ekspresi wajah yang begitu polos, lugu, imut sambil kemudian menggigit sedikit bibir bawahnya, membuat birahiku bergejolak hebat. Bagaikan orang kelaparan yang dihidangkan santapan lezat di depan matanya aku langsung menciumi perut Tia.
"Aaah.." Tia mulai mendesah.
Hisapan dan jilatanku kembali merambat naik menuju lehernya, kedua daun telinganya yang membuatnya merasa kegelian sehingga ia agak menarik kepalanya menjauhi mulutku. "Abaanghh.. geli.. ahh.." Secara samar kuperhatikan ternyata Sonya kini sedang menghisap sepasang payudara kuncupnya bergantian, itulah sebabnya Tia menjadi agak lepas kontrol.

Kubiarkan Tia menghisap lidahku sepuasnya sementara tanganku kini mulai mengusapi paha dalamnya. Kugetarkan tanganku bagaikan vibrator pada paha dalam Tia sebelah kanan dan hal ini ternyata membuat badan Tia terhentak ke bawah, seakan ingin melepaskan diri dari getaran tanganku dan hisapan Sonya. Tia tidak kuat menerima rangsangan nikmat yang bertubi-tubi seperti itu sehingga ciumannya pun terlepas.
"Aaah.. sshh.. aahh.. hh.. hh.."
Kesempatan itu segera kumanfaatkan untuk berpidah ke posisi. Naluriku mengatakan bahwa Tia tidak akan kuat bertahan lebih lama lagi. Dengan sigap kedua tanganku segera menarik celana dalam putih itu ke bawah. Kubuka kedua pahanya lebar-lebar lalu kukecup dan Tia mulai mendesah.
"Aaah.. abaanghh.. Kak Sonya.. hh.. hh.. hh.."
Tia mengangkat-angkat pinggulnya sementara Sonya masih tetap menghisapi payudaranya dan tak lama, "Aaah.. abaanghh.. Tia mau pipiiss.. hh.. hh.."
Kuredam hentakan pinggulnya.
"Aaah.. abaanghh.."

Akhirnya tubuh Tia bergetar kenikmatan walau agak tertahan oleh tanganku dan tubuh Sonya. Setelah gerakan Tia terhenti, aku memberikan Sonya French Kiss. Sonya menyambut ciumanku dengan penuh antusias, kemudian kami pun berbaring di sisi kanan dan kiri Tia sambil memeluk tubuh kecil itu yang kini terkulai lemas untuk memberinya kehangatan. Aku tersenyum lalu berkata, "Nah, sekarang giliran Sonya dan abang!" kataku semangat.

Segera kubuka daster tipis Sonya lalu kurebahkan kembali seraya memberinya ciuman penuh nafsu. Tanganku dengan cepat kini mulai menggerayangi bukit kembarnya yang indah dan mulai menggetarkannya. Dapat kurasakan Sonya berusaha untuk bersikap kuat dengan mampu bertahan, tetapi aku bisa mengetahuinya bahwa dia berusaha mati-matian untuk menahan rangsangan tanganku pada payudaranya melalui dengusan nafasnya yang mulai tidak terkontrol serta hisapannya pada lidahku yang menjadi begitu kuat.

Tangan kananku segera kuarahkan ke paha dalam bagian kanan, kubelai-belai lalu kugetarkan di bagian yang paling dekat dengan daerah paling femininnya yang masih tertutup celana dalam tipisnya sehingga getaran tanganku juga turut menggetarkan dengan daerah femininnya yang mulai basah itu.
"Aaahh.. hh.. hh.." Sonya akhirnya melepaskan hisapannya karena tidak kuat menahan nikmatnya rangsanganku di tiga tempat sekaligus itu. Inilah kesempatan emasku untuk berpindah posisi dan memberinya oral, segera kugigit karet celana dalamnya dan kutarik ke bawah. Begitu terlihat belahan vertikalnya aku agak terkejut sekaligus bahagia, karena ternyata daerah itu telah kembali bersih. Bulu-bulu halus yang kemarin-kemarin masih kulihat itu kini telah hilang, bersih dan halus seperti milik Tia.

Ini merupakan sebuah hadiah kejutan kedua yang istimewa bagiku. Kubuka lidahku lebar-lebar agar dapat mengusap bagian bibir vertikalnya yang menggairahkan dan sangat feminin itu. Hisapan kumulai dari paha kiri bagian dalam, merambat naik lalu ke paha dalam bagian kiri tanpa menyentuh vaginanya. Setelah beberapa saat menikmati pahanya barulah ciuman dan hisapan kuarahkan untuk memberikan rangsangan kontinyu pada bagian klitorisnya, sementara kedua tanganku yang menyusup dari bawah kedua pahanya sudah berada pada pada bukit kembarnya dan siap memberikan getaran yang dahsyat.

Tia yang masih berbaring di samping Sonya hanya bisa memperhatikan aktivitas kami sambil memegang tangan dan membelai rambut kakaknya yang tengah kubuat melayang di angkasa merasakan nikmat surga duniawi.
"Aaahh.. aah.. shh.. ouuhh.. hh.. hh.. hh" Sonya mendesah tak karuan kala aku menghisap dan memilin-milin klitorisnya.
Kedua pahanya menjepit kepalaku dengan erat, menandakan dirinya amat sangat terangsang oleh apa yang kulakukan. Tanganku mulai kembali menggetarkan bukit kembarnya yang indah itu, selaras dengan hisapan, kecupan dan jilatan yang kulakukan pada klitorisnya.
"Ooouhh.. ooh.. sshh.. aahh.. hh.. hh.. abaanghh.. hh.. hh.. hh" Sonya kembali meracau.

Kecepatan getaran kedua tangan kupercepat begitu pula dengan permainan hisapanku pada klitorisnya. Tubuh Sonya tersentak-sentak hebat, Ia berusaha melepaskan kedua bukit kembarnya dari tanganku dengan menekan badannya ke bawah, namun tidak berhasil. Ia menaik turunkan pinggulnya dengan liar, "Aaah.. abaanghh.. Sonya pipiiss.. oouhh.." Segera kulepas tangan kananku dari payudaranya untuk memberikan belaian pada klitorisnya, sementara mulutku kuarahkan ke lubang vaginanya..
"Abaangh.. shh.. ah.. ah.. ah" akhirnya Sonya pun kutaklukkan.
Desahan Sonya yang begitu menggairahkan terdengar mengiringi deras dan hangatnya cairan orgasmenya yang mengalir keluar dari lubang vaginanya.

Diriku sendiri juga sudah tidak kuat lagi menahan nafsu yang semakin bergejolak dan siap meledak ini, segera aku membuka celana dalamku dan mulai mengocok batangku yang sudah berdiri dengan tegangnya. Kuarahkan batangku ke wajah Sonya agar dia menghisapinya seperti biasa. Keringat deras yang mengucur di badan dan wajahnya, serta tubuhnya yang kini terlihat lemas sehabis dilanda getar orgasme hebat tadi menjadikan diriku tidak tega untuk memintanya menghisapi batangku. Akhirnya kuputuskan untuk mengocok sendiri dan mengeluarkannya di dada Sonya. Tidak lama kemudian aku mengalami orgasme dan ejakulasi hebat, spermaku muncrat dengan keras membasahi dada Sonya.

Aku pun terkulai lemas di tempat tidur di samping tubuh Sonya. Kami bertiga saling berpelukan dan berciuman dengan hangatnya di atas tempat tidur besar milik orang tuanya itu. Setelah puas berciuman, kuajak mereka mandi, membersihkan diri bersama dengan air hangat.

Selesai mandi dan berganti pakaian dengan piyama baru, kami pun kembali naik ke tempat tidur besar itu untuk beristirahat dan saling berpelukan dengan penuh kehangatan.
"Sonya hebat, abang kaget sekali lho tadi, kok bisa bersih dan sehalus itu, gimana caranya yaa?" tanyaku menggodanya.
"Ah abang, itu khan rahasia wanita" jawabnya sambil melihat ke arahku dan tersenyum manis.
"Pokoknya dari sekarang Sonya pasti akan selalu mempraktekkan nasehat-nasehat abang!" lanjutnya.
Kukecup bibirnya yang sexy itu dengan lembut.
"Tia juga, malam ini hebaat sekali, abang nggak nyangka lho" kataku lagi pada Tia.
"Tia khan sayang sama abang" jawabnya simpel penuh pengertian, sambil memelukku dengan erat. Kucium rambutnya yang harum lalu kupeluk kedua bidadariku itu dengan penuh kasih. Kami pun lalu terlelap dalam mimpi yang damai dan indah di malam yang sangat luar biasa itu.

"Tinit.. tinit.. tinit.." Pagi itu sekitar pukul tiga dinihari aku terbangun mendengar suara weker yang sudah sengaja kuaktifkan semalam. Bergegas kumatikan weker lalu kugendong bidadariku satu per satu menuju ranjang mereka masing-masing, kuselimuti mereka, kemudian aku kembali ke kamar ortunya untuk mengganti sprei, sarung bantal dan guling dengan yang baru. Hal ini kulakukan untuk menghindari prasangka yang tidak-tidak dari si Was jika pagi nanti ia mendapati kami bertiga tidur seranjang di kamar bapak dan ibu Sis, terlebih hari ini mereka akan kembali ke rumah. Setelah semuanya selesai, aku kembali ke kamarku untuk kembali beristirahat.

Siang harinya, Sonya sibuk di dapur dibantu oleh Tia dan si Was membuat kue untuk menyambut kedatangan kedua orangtuanya, sedangkan aku ikut membantu dengan membelikan semua bahan-bahan yang mereka butuhkan untuk membuat kue di supermarket. Sore harinya barulah kue "selamat-datang" buatan Sonya dan Tia itu jadi dan siap saji, setelah itu kami menonton film-film VCD kartun koleksi kesukaan Tia dan Sonya sambil menunggu orangtuanya tiba di rumah.

Sekitar pukul 19.30, kedua ortunya tiba di rumah dan kami menyambutnya langsung di halaman depan. Denga sigap kubuka pintu taksi yang mengantarkan kedatangan bapak dan ibu Sis, mereka keluar dan menyalamiku dengan wajah yang berseri-seri, lalu memeluk erat kedua putri kecilnya untuk melepaskan rasa rindu yang selama ini menjadi beban selama berada di Australia. Segera kuangkat seluruh barang bawaan bapak dan ibu Sis dari taksi ke dalam rumah, dibantu oleh si Was. Suasana di dalam rumah dipenuhi kebahagiaan, Sonya dan Tia kini memberikan hasil karya mereka berupa kue "selamat-datang" kepada ayah dan ibunya. Mereka berbagi hadiah, pelukan kasih, canda dan tawa serta cerita, tapi tentunya rahasia kami tetap terjaga dengan baik.

Hubunganku dengan Pak Sis sekeluarga tetap berjalan dengan baik, khususnya dengan Sonya dan Tia, namun semenjak saat itu aktivitas ranjang kami bertiga jadi sangat tersendat dikarenakan oleh kesibukanku mempersiapkan diri untuk ujian-ujian dan Ebtanas. Seperti yang sudah kupersiapkan sebelumnya bahwa ketika aku tidak di tempat atau berhalangan, maka mereka berdua bisa saling mereguk kenikmatan tanpa diketahui papa dan mamanya dan juga tanpa harus minta bantuan dari laki-laki lain yang pasti akan menghancurkan segalanya. Aku mengetahuinya karena mereka selalu mengajakku dan jika aku memang tidak bisa karena terpaksa harus nginap di rumah teman untuk belajar bareng misalnya, maka Sonya ataupun Tia akan memberikan laporan aktivitas erotis mereka berdua dengan begitu membangkitkan gairahku dan membuatku hanya bisa menelan ludah, merasa sangat iri dan menyesal karena tidak bisa turut berpartisipasi, tapi apa mau dikata..

Hubunganku dengan Melati pun sudah semakin erat dan ia juga sudah kukenalkan pada kedua bidadariku, bahkan ia bisa menjadi akrab dengan mereka.

Semua hal terindah itu hanya bertahan sampai aku lulus SMA saja, karena aku harus pindah ke ibukota untuk melanjutkan pendidikan sedangkan Pak Sis dan keluarga harus pindah ke Autralia karena bisnis yang ia tangani berkembang pesat dan sukses besar. Hubunganku dengan Melati pun terpaksa putus dengan baik-baik karena kepindahanku, tapi sebagai teman, ia masih rajin menghubungiku. Inilah kehidupan, realita yang sungguh sangat disayangkan bahwa segala sesuatu yang berawal dengan indah harus berakhir dengan kepedihan. Sekarang, semua manis pahitnya pengalamanku, hanyalah menjadi sebuah, kenangan..

TAMAT

0 komentar:

Posting Komentar