Jumat, 01 Mei 2015

Love Before Y2K

Menjelang akhir 1999 resesi ekonomi masih parah. Situasi ini membuat banyak perusahaan mengurangi karyawannya. Tapi beruntung di perusahaan saya hal seperti itu tidak terjadi. Memang banyak bisnis yang ditunda atau dibatalkan, tetapi kualitas karyawan malah ditingkatkan. Diantara program itu adalah pelatihan persiapan menghadapi Y2K tahun 2000 bagi seluruh karyawan. Karena banyak pesertanya, pelatihan dilakukan sampai 10 gelombang, dengan jumlah 40 peserta di setiap gelombang. Setiap pelatihan memakan waktu 4 hari, dan dilakukan dua minggu sekali. Sebagai staf yang bekerja di bagian personalia, tugas saya adalah menghubungi tempat latihan.

Saat itu banyak tempat latihan yang menawarkan harga miring. Mungkin mereka banting harga karena krisis ekonomi menyebabkan tempat mereka jadi sering kosong. Kami memilih salah satu tempat pelatihan di puncak. Pelatihan pun berjalan lancar sampai gelombang ke empat. Di setiap akhir pelatihan, saya selalu pulang terakhir, bahkan menginap satu malam lagi, untuk mengurus adminsitrasi. Tiba di gelombang V terjadilah kisah ini.

Menjelang acara penutupan yang biasanya dilakukan jam 4 sore, seorang karyawati bagian humas, sebut saja namanya Srini dan saya biasa memanggilnya si Cantik, mendekati saya dan minta ijin untuk tinggal di kamarnya lebih lama karena suaminya akan menjemput sekitar jam delapan malam. Padahal acara biasanya berakhir pukul 5 sore. Setelah saya diskusikan dengan manajemen yang mengelola tempat pelatihan, mereka mengijinkan, tapi hanya satu bungalow saja. Itu berarti Srini harus pindah ke bungalow yang biasa disediakan untuk panitia. Untungnya bungalow di tempat pelatihan itu bertingkat dua, sehingga Srini bisa menempati tingkat atas, sementara tempat panitia termasuk aku ada di lantai bawah. Tanpa menunggu acara penutupan, iapun memindahkan barangnya yang sudah dikemas dalam tas.

Acara penutupan berakhir dan Srini meminta kunci bungalow untuk menunggu suaminya disana. Karyawan lain peserta pelatihan pulang dengan mobil yang disediakan perusahaan. Sedangkan saya harus membereskan berbagai peralatan. Saya kembali ke bungalow setelah para driver berangkat ke Jakarta membawa peralatan. Driver yang biasa mengantar sayapun ikut, karena banyaknya peralatan yang harus dibawa hari itu, dan ia berjanji akan menjemput saya esok pagi. Itu artinya saya harus menginap lagi. Dengan setumpuk dokumen saya kembali ke bungalow sekitar jam tujuh malam dan mendapati si Cantik tengah nonton TV di lantai bawah. Ia memakai jeans dan kaos yang dibalut dengan jaket. Rambutnya sebahu dan disisir rapi, seperti pragawati saja. Ia tersenyum melihat saya masuk sambil terus nonton TV.

Wajah bulatnya kian manis ketika tersenyum. Dia tanya kapan saya akan pulang ke Jakarta. Saya bilang mungkin besok, karena banyak yang harus saya urus. Dia mengajak saya pulang bersama suaminya yang sebentar lagi datang. Saya bilang terima kasih, tapi saya biasa mengerjakan tugas akhir sampai jam sebelas malam. Hubungan saya dengan si Cantik ini memang baik, bahkan boleh dikatakan akrab. Saya pun mengenal suaminya, yang bekerja di suatu perusahaan komputer milik asing, karena sering menjemputnya di kantor. Jika suaminya tidak menjemput saya sering dititipkan untuk mengantarnya pulang naik bis, karena rumah kami satu arah. Si Cantik ini memiliki tubuh yang ramping, meskipun ia sudah punya satu anak. Keistimewaannya ada pada bibirnya yang ranum dan matanya yang cerah. Aku mengambil HP dan menelpon istriku, untuk memastikan semua baik-baik saja di rumah dan memberitahu bahwa aku akan pulang esok hari. Lalu aku mengambil handuk dan mandi.

Si Cantik menggodaku dengan mengatakan bahwa pantas bungalow ini harum, rupanya ada yang belum mandi. Aku bilang bungalow ini harum karena ada bidadari masuk dan nonton TV. Tiba-tiba HP Srini berdering.
"Ya, Mas ada dimana sekarang?"
"Lho katanya jam delapan"
"Saya di tempat panitia. Ada Mas Riki."
"Besok pagi, sekitar jam.."
Ia menoleh ke arahku.
"Mas Riki besok pulangnya jam berapa?"
"Aku.. Biasanya jam 10. Kalau urusan udah beres"
"Jam sepuluh katanya. Memangnya kenapa?"
"Oke deh. Kutunggu yach? Nanti telepon lagi"
Ia menoleh kembali ke arahku.

"Mas Riki, kata Mas Samsi dia mungkin terlambat, sekitar jam 10 dia baru sampai. Katanya banyak kerja yang harus ia selesaikan. Nggak apa-apa kan sampai jam 10?"
"Ah, nggak apa-apa. Mau nginep disini juga boleh" jawabku sambil senyum nakal.
"Wah, bisa berabe." Katanya.
"Kenapa?" tanyaku selidik.
"Dua-duaan satu bungalow. Apa orang nggak curiga?" tanyanya balik sambil nyengir.
"Biar aja, yang penting kita nggak ngapa-ngapain.." jawabku sambil masuk ke kamar mandi.

Kamar mandi bungalow ini bagus, meskipun terbuat dari kayu. Aku merasakan dingin mulai menusuk. Angin terasa masuk dari celah kayu. Aku harus mandi, agar rasa dingin berkurang. Sambil bersiul aku mengguyur badanku dengan air dan menggosoknya dengan sabun.. Selesai mandi aku duduk di depan laptop yang ada di kamarku dan memasukkan data. Aku memakai training dan kaos dengan jaket tipis kesukaanku. Aku teringat sesuatu.

"Mbak sudah makan?" tanyaku agak keras, karena dari kamar.
"Gampanglah nanti saja."
"Kita makan yuk. Daripada nanti pulang malam-malam cari makanan susah."
"Dimana?"
"Di kantin."
"Yuk deh." Katanya sambil mematikan televisi.
Kamipun makan. Di luar grimis sehingga kami harus berlari-lari kecil agar tidak basah. Meskipun bungalow gratis, makan harus tetap bayar. Srini ingin membayar, tapi aku mendahuluinya. Pulang makan ia kembali nonton TV dan aku pun kembali bekerja. Jam setengah sepuluh HP Srini kembali berdering.

"Ya mas, sudah sampai dimana?"
"Lho, lalu kapan kesininya?"
"Ya nggak apa-apa sih, tapi apa benar nggak bisa ditinggal?"
"Ada.. Mas Riki," ia memanggilku.
"Ini Mas Samsi mau ngomong."
"Hallo, Mas Samsi, apa kabar?"
"Baik. Gini Mas Riki. Saya berencana menjemput Srini malam ini. Tapi dari sore saya nggak bisa keluar. Ada perusahan client kami yang servernya down. Kayaknya saya harus begadang untuk memperbaikinya. Tolong titip Srini dong supaya ia bisa nginap disitu."

"Oh.. silakan. Nggak masalah koq. Dia bisa tidur di kamar atas."
"Anda pulang besok jam berapa?"
"Sekitar jam sepuluh. Biasanya urusan administrasi selesai jam segituan"
"Kalau saya nggak bisa jemput, titip sekalian antar ya. Ada kendaraan?"
"Ada, kendaraan kantor."
"Iya deh. Titip ya. Saya telepon lagi besok."
"Ya."
Tek. telepon ditutup. Saya mengembalikan HP sambil senyum.
"Apa saya bilang, harus nginep kan?"
"Emangnya kenapa?" Tanyanya membalas senyumku.
"Ah, agak apa-apa. Cuma ngeri aja."
"Emangnya ada apa?"
"Sudah empat hari nggak ketemu istri nih." Jawabku menggoda.

"Mas bisa aja, saya kira ada apa. Kalau itu sih saya juga sama. Kan sama-sama disini sejak hari Rabu. Apalagi kalau Mas Samsi nggak pulang besok."
"Sering nggak pulang begitu?"
"Wah sering banget."
"Kesepian dong." Ia tersenyum.
"Makanya kalau lagi ada kesempatan dipuas-puasin." Kami tertawa.
"Sampe berapa rit?" "Ya, sekuatnya. Kadang-kadang sampai empat.. udah ah, jadi ngelantur. Aku tidur ya?"
"Silakan.. Saya masih harus mengerjakan beberapa file. Kalau ingin minum turun aja. Di dapur ada aqua."

"Makasih ya?!"
"Ngomong-ngomong.." Ia berhenti melangkah.
"Apa Mas?" Aku tersenyum
"Kuat amat sampe empat rit?!"
"Husy.. udah ah!" Ia pun naik ke kamar atas sambil tersenyum memandangku.
Aku mengerdipkan mata. Eh, dia membalasnya. Aku tidak tahu arti kedipan mata itu. Aku terus bekerja sampai selesai. Kulihat jam menunjukkan 23.30. Waktunya tidur, pikirku. Aku merebahkan badanku sambil menerawang, mengingat-ingat kejadian tadi. Si Cantik itu membalas kerdipan mataku, seolah-olah mengerti sesuatu. Jangan-jangan ia memang naksir aku. Kalau memang naksir, sama dong denganku. Aku sudah lama memperhatikannya di kantor. Tapi ia seolah tidak perduli.

Akupun harus menahan diri, karena aku sudah beristri. Tetapi rasa ketertarikan itu tidak bisa dibohongi. Karena itu aku seing mampir di mejanya untuk sekedar ngobrol atau minta makanan kecil. Ia cuek saja dan ngobrol sekenanya. Di luar angin bertiup kencang dan menimbulkan suara gesekan daun dan ranting pohon. Dari celah kaca jendela kudengar suara menderu. Suara hujan gerimis terdengar. Tiba-tiba kudengar pintu kamarku diketuk.
"Siapa?" tanyaku gugup.
"Saya, Srini."
Aku membuka pintu. Ia berdiri dan nampak pucat. Rambutnya agak kusut.
"Saya takut. Suara angin kencang sekali di atas."
"Jadi?" Tanyaku bodoh
"Aku mau tidur disini. Kan ada dua tempat tidur"
"Hah?!" Aku kaget bukan kepalang.
"Jangan!"

"Abis aku takut." Ia masuk tanpa minta ijin.
Dan terus saja berbaring di tempat tidur sebelah meja kerjaku. Aku blingsatan jadinya. Dalam hati sebenarnya aku senang, tapi aku khawatir kalau-kalau Samsi datang tengah malam. Bisa gawat. Akhirnya kuputuskan untuk tidur di sofa, sedangkan ia tidur di kamarku. Ia setuju. Baru kira-kira sejam aku tertidur, ia membangunkanku.
"Sorry Mas, aku takut" katanya.

"Mas Riki tidur di kamar saja sama aku. Nggak apa-apa koq."
Akhirnya kuturuti juga permintaanya. Aku pindah kembali ke tempat tidurku. Kulihat jam menunjukkan hampir pukul satu. Aku tidur menghadap dinding kayu. Ia pun begitu. Tapi dengan ada wanita lain di kamarku aku malah tidak bisa tidur. Aku berusaha tapi sia-sia saja. Jantungku deg-degan. Antara senang dan takut. Aku merasa inilah kesempatan buatku. Tapi rasa takut membuatku tidak enak. Akhirnya aku pura-pura mendengkur. (Tidur miring koq mendengkur). Tidak lama kemudian terdengar suara kasurku tertindih tubuh lain. Lembut. Dan yang membuat aku kaget adalah ada tangan yang memelukku dari belakang. Ini pasti si Cantik. Jantungku berdegup kencang. Aku berusaha agar terlihat tertidur. Tapi sia-sia saja.

"Mas Riki.." panggilnya berbisik.
"Belum tidur kan?"
"Hmm.." jawabku pendek.
Aku berbalik. Ia menggeser mundur.
"Kenapa sih?" Ia tidak menjawab, tapi memandangku sayu.
"Ayo tidur. Nanti kesiangan bangunnya."
Ia menggeleng. Matanya terus menatapku. Aku pura-pura ingin berbalik, tapi tangannya menarik badanku agar tetap menatapnya. Kami saling bertatapan. Lama. Ia mendekatkan wajahnya ke wajahku, sampai akhirnya bibirnya yang ranum itu mencium bibirku. Lembut. Aku tak kuasa lagi menolak. Tapi aku masih berpikir, apa aku harus melakukannya dengannya. Bagaimana kalau Samsi datang pagi buta dan mendapati istrinya tidur di kamarku? Bibirnya mencium bibirku lagi. Kali ini ia melingkarkan kaki kirinya di pinggulku. Ini cewek ngajak main, pikirku. Tapi aku masih pasif.

"Mas.." bisiknya.
Aku menatapnya, meminta kepastian. Ia mengangguk. Ketika ia menciumku ketiga kali, aku membalas. Masa bodoh dengan si Samsi, pikirku. Kalau ada kesempatan kenapa tidak dimanfaatkan? Kami berpagutan lama. Bibirnya seperti tidak puas-puasnya menyedot, menggigit-gigit bibirku. Lidahnya liar berkali-kali memasuki mulutku. Aku membalasnya dengan kegairahan yang sama. Terus tangannya berkeliaran kesana-sini sampai ke selangkanganku dan menangkap bendaku yang mulai mengeras. Ia kaget dan berhenti mengulum bibirku.
"Nggak pakai CD ya?" tanyanya kaget. Alisnya mengerut.
"Sengaja" jawabku seenaknya. Ia kembali memagutku dengan ganas sambil memasukkan tangan kirinya ke dalam trainingku, meremas batangku dengan gemas. Lalu mengelusnya lembut. Ia berhenti lagi.
"Punya Mas besar banget" bisiknya.
"Gede mana dengan punya Mas Samsi?"
"Gedean ini. Lagian lebih panjang."
Kami tertawa dan meneruskan pagutan kami. Giliran aku yang bekerja sekarang. Aku selangkangannya dengan tangan kananku. Ternyata kancing dan resleting celana jeansnya telah terbuka. Aku terus saja menerobos kedalam celana dalamnya. Kurasakan bulu kemaluannya kriting dan lebat menyentuh lembut telapak tanganku. Jariku menyentuh klitorisnya, lalu menggosoknya berputar. Ia semakin bergairah. Ciuman kami semakin ganas. Lalu kugunakan jariku untuk mengelus celah vaginanya diantara bibir dua vaginanya yang menyembul indah, sambil mencari lubangnya. Kata orang, bibir vagina yang gembul ini menimbulkan rasa yang lebih nikmat terhadap zakar disetubuhi. Ketika jariku menemukan lubangnya, kurasakan sudah ada cairan yang membasahinya. Aku mencoba menusuknya dengan satu jari. Bibir Srini jadi terbuka merasakan kenikmatannya.

"Ahh.." katanya Lalu memagutku kembali.
Aku lalu memaju mundurkan jariku yang mulai basah oleh cairan vaginanya. Tangannya jadi semakin keras mengurut kermaluanku. Tiba-tiba ia berhenti. Lalu berdiri dan membuka seluruh pakaiannya sampai celana dalamnya sehingga bugil. Akupun tak mau ketinggalan. Kubuka seluruh pakaianku, sehingga ketika celana dalam kuperosotkan, batang kemaluanku menyembul keras. Srini tertawa melihatnya.
"Hebat.." Katanya.
Ia lalu berbaring telentang dan mengajakku naik diatasnya. Aku menatapnya penuh nafsu. Jantungku terus berdegup kencang. Nafaskupun sudah memburu. Tubuhnya langsing, putih-mulus dan padat. Payudaranya mungil dan kencang. Mimpi apa aku semalam sehingga dapat rejeki nomplok begini. Tanpa nunggu waktu akupun naik ke atasnya. Ia membuka kakinya dan seketika terlihat vaginanya yang berwarna kecoklatan ditengah bulu lebatnya, membuka untukku. Aku memeluknya erat dan bibirku kembali mengulum bibirnya. Ia menyambutnya dengan nafsu yang sama. Dengan satu tangan ia memegang batang zakarku yang sudah tegak dan membimbingnya ke arah vaginanya. Tiba di mulut vaginanya aku mendorongnya perlahan. Meskipun basah, batangku agak susah masuk, karena agak sempit.

"Ahh.." Desahnya.
"Teruss hh.. Punyamu besar.. owww.. enak"
Kulihat mata Srini setengah membuka. Nampaknya ia amat menikmati persetubuhan ini. Aku menekan lagi. Baru setengahnya aku cabut. Tapi tangannya yang satu menekan pantatku. Lalu kedu akakinya melingkari pinggangku. Lengkap sudah. Aku memasukkan zakarku kembali dan mendorongnya lebih kuat. Dua pertiga masuk. Kucabut. Lalu kumasukkan lagi dengan tekanan yang lebih kuat. Akhirnya batangku amblas ditelan vaginanya. Tak terkatakan rasa nikmat yang kudapatkan. Aku menciumi wajah bibir dan dadanya. Kuhisap dengan ganas. Kadang-kadang kupelintir puting susu yang agak kehitaman itu dengan bibirku dan ia mengerang nikmat.

"Ahh.. aw.. Ohh.. ohh. Cabut dong."
"Ahh.." Aku cuma mendesah nikmat.
Aku mulai menarik batangku. Ia mengerang. Lalu kutekan lagi. Akhirnya dengan lancar kukayuh batangku mengocok vaginanya. Terdengar suara keplokan saat selangkangan kami beradu. Srini mengerang-ngerang tiada henti.
"Awww.. ahh ..owww.. eenakk.. aduhh.. teruss..shh..uhh.. uhh.. awww.."
Aku merasakan batangku diurut oleh vaginanya yang sempit dan kencang itu. Geli dan enak. Tak terkira nikmatnya. Dan aku masih saja menggenjot ketika ia menurunkan kedua kakinya ke kasur. Dengan bertumpu pada pijakan kakinya ia menggoyang pinggulnya berputar-putar mengikuti ayunan batangku keluar masuk liang nikmatnya. Luar biasa. Penisku terasa dipelintir.

Si Cantik ini rupanya tahu cara menciptakan kenikmatan dan kepuasan bagi laki-laki. Sayang sekali Samsi terlalu sibuk dengan pekerjaannya sehingga tidak dapat memenikmatinya setiap saat. Kalau aku jadi dia, mendingan cari kerja lain yang bisa pulang sore dan menikmatinya. Sambil mernggoyang pinggulnya ia menarik tangan kananku untuk meremas dada kirinya. Sedangkan dada kanannya masih dalam mulutku. Kuhisap mesra dan kutarik-tarik dengan bibirku. Tiba-tiba goyangannya berubah semakin kencang. Tangannya pun pindah ke rambutku dan menarik-narik dengan liar. Mulutnya semakin keras mengerang. Nafasnya semakin memburu. Keringatnya semakin banyak. Rupanya ia hampir orgasme. Akupun ingin keluar. Aku tidak tahu kenapa secepat ini. Biasanya aku bisa bertahan lama. Mungkin karena udara dingin. Atau mungkin karena aku mendapatkan bidadari yang mau memuaskan nafsuku.

"Ahh.. teruss.. cepatt.. cepetiin.. awww.. ahh ..owww.. mass sstt.. aku.."
"Yahh.. ohh.. iyaahh.. ituu.. ahh.. keluarr.. aww!"
Serr.. serr.. Terasa batangku tersiram cairan hangat dalam vaginanya. Ia menyemprotkan air maninya begitu kencang. Badannya mengejang dan memelukku sangat kencang. Aku menghentikan enjotanku sebentar dan membenamkan seluruh batangku dalam liang nikmatnya. Terjepit diantara bibir vaginanya yang sempit dan ditambah gairah yang semakin membara, aku pun tidak tahan lagi.
"Huhh.. ahh.. ohh.."
Serr! Serr! Serr! Air maniku menyembur diujung lubang vaginanya yang terdalam. Aku memeluknya sekuat tenagaku. Bibirku pun mengenyot bibirnya. Ia membalasnya. Kenikmatanku telah mencapai puncaknya. Keringat membasahi tubuh kami di tengah cuaca dingin tengah malam. Aku terhempas di atas tubuhnya. Lemas.

"Enak mass?" bisik Srini.
"Bukan enak tapi.. nikmat." balasku sambil mencium telinganya.
Ia tertawa dan balas mencium pipiku. Kami terdiam agak lama, menikmati sisa persetubuhan kami. Batangku mulai mengerut tapi masih tertanam dalam vaginanya.
"Boleh saya tanya sesuatu?" bisikku.
Ia mengangguk.
"Kenapa sih napsu banget, sampai orang tidur diganggu?"
"Kalau saya jawab, jangan marah ya."
Ia mengelus dadaku yang berbulu.
"Emangnya kenapa?"
"Tadi waktu Mas lagi mandi, saya ngintip. Saya lihat punya Mas gede banget. Lebih gede dari punya suami saya. Saya jadi napsu."
"Jadi, tadi itu takutnya cuma pura-pura?"
"Takutnya sih benarran. Cuma kalau sudah nafsu gitu dan ada kesempatan, kenapa nggak dimanfaatkan?"
"Nakal yach?!"
Aku mencubit hidungnya. Ia membalas dengan mencubit pinggangku.

"Aduh.. Enak" bisikku. Ia malah semakin keras mencubitku.
"Aduhh.. hh.. hh.. ooww" Aku mendesah menirukan suara orang bersetubuh.
Ia tertawa dan berhenti mencubitku. Kini giliran bibirnya yang menyumpalku agar tidak meneruskan desahan palsuku. Ia berhenti dan memandangku. Kami tertawa.
"Aku haus.." katanya.
"Ayo.."
Bisikku, "aku juga kepingin minum."
Dengan hanya memakai selimut kami ke dapur. Selesai minum kami tidak kembali ke kamar. Ia mengajak duduk di sofa, lalu sambil menyenderkan badannya ke badanku ia menyalakan televisi. Tapi tengah malam begini mana ada TV yang siaran? Akhirnya TV pun dimatikan. Ia menoleh padaku dan tersenyum. Aku mendaratkan ciuman lembut di bibirnya yang ranum. Ia membalasnya dengan ganas. Kamipun saling mengulum, menggesekkan bibir kami, saling menyedot lidah lawan.

Batangku yang tertutup selimut mulai bangun lagi. Aku tak kuasa menahan tanganku untuk memegang dadanya yang kecil tapi montok dan masih tertutup selimut itu. Kubuka selimutnya, sekejap kemudian kuremas dan kupilin putingnya berganti kiri kanan. Srini mulai mendesah dan tangannyapun mulai beraksi, meremas batang kemaluanku sudah mulai tegang dibalik selimut. Ia menyibakkan selimut yang kupakai dan dalam seketika ia sudah mencengkeram kemaluanku. Ia meremas dan mengurutnya dengan penuh nafsu. Ciumanku mulai turun ke dagunya, lalu lehernya dan kemudian dadanya. Aku berlutut dihadapannya dan secara otomatis ia membuka kedua kakinya. Sambil meremas dengan kedua tanganku, puting payudaranya kuhisap dengan mulutku, berganti kiri dan kanan.

Desahan Srini mulai keras dan ia kini membelai punggungku dengan tangannya. Terkadang ia membelai rambutku dan memegang kepalaku. Mulutku lalu turun keperutnya, bulu kemaluannya dan akhirnya berhenti tepat di depan kemaluannya. Kuperhatikan bentuk kemaluannya, indah sekali. Kelentitnya berwarna kecoklatan berada di ujung atas celah vagina, dibawah rambut kemaluannya yang ikal dan lebat. Sedangkan disisi celah vagina itu dua bukit daging menyembul seakan melindungi celah itu. Perfect! pikirku. Bisa jadi kemaluanku tadi merasakan nikmat bukan kepalang karena rupanya kedua bukit ini ikut menjepitnya. Kuangkat kedua lututnya ke atas kedua punggungku. Kukecup vagina itu dengan mesra lalu kujilat celah itu dari bawah ke atas. Terasa ada cairan membasahi bibir dan lidahku. Agak asin rasanya. Aku malah semakin bergelora menjilat, mengulum dan mengecup kemaluannya. Kadang-kadang kelentitnya kutarik-tarik dengan mulutku. Srini nampaknya tidak menduga hal ini kulakukan.

"Awww.." ia menjerit keenakan dan kepalanya terkulai di senderan sofa, menggeleng kiri dan kanan.
Tangannya menekan kepalaku. Aku menarik kedua bukit daging vaginanya dengan jari tanganku dan terlihatlah lubang kecil disebelah bawahnya, sementara celahnya terbuka dan berisi daging kemerahan. Aku memasukkan lidahku kedalamnya dan kupelintir. Badan Srini bergetar hebat sambil merintih tertahan.

"Ahh.. terusshh.. awww.. Nikmaat.. aahh.. Ahh.."
Aku terus menjilati dan memutar-mutar lidahku pada lubang kemaluannya. Terkadang jarikupun ikut partisipasi, menusuk-nusuk lubang itu. Lama-kelamaan lidah dan mulutku terasa pegal. Kuangkat kepalaku dan bergerak keatas mencium bibir Srini. Ia menyambutnya dengan ganas. Cairan yang berasal dari vaginanya kini membasahi juga bibir dan pipinya. Aku berusaha membimbing kemaluanku dengan tangan kanan, tapi Srini menahan dadaku dengan tanggannya, pertanda ia belum mau memulai. Ia memintaku duduk bersender, kemudian ia berlutut dihadapanku. Lalu dengan cepat ia mencengkeram kemaluanku yang juga sudah basah oleh cairan, lalu dikocoknya. Ia mengulurkan lidahnya ke arah kepala batangku yang sudah mulai tegang lagi, dan menjilatinya. Lalu seluruh batangkupun dijilatinya turun naik.

Dimasukkan batangku kedalam mulutnya sedikit sehingga hanya kepalanya saja yang ada dalam mulutnya. Ia mengenyotnya seperti es krim dan memutar-mutar kepalanya. Aku terpana dalam kenikmatan. Tidak disangka cewek cantik dan sopan di kantor bisa fantastis dalam soal sex. Ia pasti pernah nonton film blue, karena adegan semacam itu hanya ada dalam film semacamnya. Aku semakin merasa keenakan ketika ia memasukkan seluruh batangku kedalam mulutnya dan menghisap-hisapnya. Kepalanya turun-naik mengikuti kulumannya. Ia mendesah-desah dan pantatnya ikut bergoyang. Rupanya ia juga memainkan kelentit dan vaginanya dengan tangan kiri. Merasa tidak tahan aku menarik tubuhnya ke atas dan merapatkan kedua pahaku agar ia duduk mengangkangiku. Kugeser dudukku agak kebawah sehingga kemaluanku yang sudah tegang tepat berada dibawahnya. Ia meletakkan kedua lututnya di sofa dan merendahkan posisinya. Dengan tangan kirinya ia membimbing kemaluanku masuk kedalam vaginanya. Dengan memegang kedua pantatnya yang kencang itu aku menekan ke atas.

Batangku mulai masuk sedikit-demi sedikit. Lubang vagina terasa sempit dan menjepit kemaluanku. Rasa nikmat luar biasa menyelimuti tubuhku. Kini batangku sudah tertelan semua dan terasa ujungnya menyentuh dasar vaginanya. Srini menggoyangkan pantatnya ke kiri dan kanan, semacam isyarat agar aku mulai mengayuhnya. Dengan kedua tanganku kuangkat pantatnya perlahan, lalu kuturunkan lagi. Masih terasa sempit, tapi kali ini sudah licin oleh cairan yang keluar dari kedua alat kami. Tak lama kemudian batangku dengan lancar keluar masuk pintunya, diringi suara erangan Srini yang mulai keras. Deru nafasku pun mulai memacu. Betapa nikmat bersenggama di malam dingin seperti ini, dengan suara rintik hujang masih menemani enjotanku. Sambil mengayunkan pantatnya, aku mulai menyedot puting payudara Srini yang dari tadi menganggur. Kusedot dengan penuh nafsu. Terkadang Srini membantunya dengan meremas payudaranya sendiri dari arah tepi. Aku menghentikan ayunanku dan memintanya turun. Lalu kubalikkan badannya agar membelakangiku. Lalu dengan kakinya yang terbuka mengangkangiku kuturunkan tubuhnya.
Ia membantu menuntun kemaluanku dengan tangan kirinya ke arah lubangnya. Lalu "bless.." dengan mudah batangku masuk kedalam liang nikmatnya. Aku merasa geli campur nikmat. Batangku menggesek dinding vaginanya sangat terasa. Mungkin karena posisi zakarku dan lubang vaginanya yang berbalik bengkoknya. Ia menarik pantatnya ke atas perlahan, lalu menurunkannya dengan cepat. "Bless.." Begitu seterusnya. Karena semakin cepat, terdengar suara kecipak dengan keras tanda selangkangan kami beradu. Mulut Srini pun tak henti-hentinya merintih.

"Ahh.. terusshh.. ahh.. yaach.. begitu.. hh .. awww.."
Dengan tangan kanan aku meraih ke depan selangkangannya dan menggelitiki kelentitnya yang turun naik bersama tubuhnya. Sedangkan tangan kiriku meremas payudara kirinya.
"Yachh.. begituu.. aww .. aku hh.. nggak.. tahan.. nnhh.. ohh.. enaak.. maas.. "
Aku terus mengayuhnya tanpa menghiraukan rintihannya. Keringat telah mengucur dari tubuh kami membasahi sofa. Padahal cuaca masih dingin dengan rintik hujan seakan mengiringi kenikmatan kami berdua.

"Mas? hh.."
"Yahh.."
"Aku hh.. pegal.. ohh"
Serentak aku stop ayunanku dan memintanya berdiri. Akupun berdiri dan memintanya menghadap sofa. Lalu kurtekan punggungnya agar ia berpegangan pada sandaran sofa. Dengan meletakkan lututnya di sofa, ia menungging di hadapanku. Aku berlutut di di belakangnya, memandangi vaginanya. Aduhai, indah nian pantat perempuan ini, putih, mulus dan kencang dengan lipatan vagina yang montok tepat di depan mukaku. Aku mencium vagina itu dan menjilatinya sepuasku. Terkadang kelentitnya kukulum mesra.

Puas menjilatinya aku berdiri lagi. Dengan perlahan kutuntun batangku menuju sarungnya. Sambil memegang pinggangnya, aku menekan kedepan dan dengan sekejap batangkupun sudah tenggelam. Kukayuh dengan santai dan berirama. Srini mengikutinya dangan memaju-mundurkan pantatnya. Terkadang ia memutarnya. Terasa sekali kulit zakarku menggesek dinding vagina bawahnya sehingga rasa geli dan nikmat semakin meningkat. Terdengar suara "plok.. plok.." akibat pantatnya memukul perutku.
"Ahh .. ooh.. sshh .. uuhh.. awww.. nikmaat..hh .. " "terus..mass.."

Sambil merintih begitu Srini meraih tanganku dan mengantarnya ke dadanya. Secara otomatis aku meremasnya, memutarnya dan memelintir putingnya. Badan Srini berguncang hebat, tanda ia menikmati sekali persetubuhan ini. Aku menghentikan sebentar ayunanku dan berdiri tegak tanpa melepaskan kemaluanku dari lubang enaknya. Lalu kurapatkan kedua pahanya dan kini aku yang mengangkang. Dengan posisi seperti ini liang vagina Srini jadi semakin sempit. Aku semakin bernafsu menggenjotnya. Terasa zakarku dipilin-pilin semakin nikmat. Nampaknya Srini juga begitu. Tapi posisi seperti itu tidak lama kami lakukan karena Srini keburu merasa pegal.

Akhirnya kami merubah posisi lagi. Ia duduk bersenderkan senderan sofa menghadapku dengan kaki yang dibuka lebar. Terlihat vaginanya yang sudah kecoklatan, kencang dan tegang dengan cairan yang membasahi sofa. Aku berlutut dihadapannya dan dengan satu tangan aku menuntun jagoanku ke arah lawannya. "Bless.." ia masuk lagi dengan gagah. Srini merintih panjang.
"Ahh.. ah..ah..ah!"

Secara refleks ia melingkarkan kedua kakinya ke pinggangku. Lalu ia mengangkat kakinya keatas dibantu kedua tangannya yang memegang kedua bawah lututnya, sehingga pahanya menyentuh perutnya. Terasa vaginanya membuka lebar. Batang zakarku semakin lancar saja keluar masuk lubang nikmatnya. Dengan posisi ini zakarku keluar masuk dengan lancar. Tetapi karena posisi berlututku lebih tinggi dari pantatnya, bagian atas batangku jadi menggesek kencang dinding luar atas vaginanya, bahkan sering menggesek klitorisnya. Srini jadi semakin blingsatan keenakan. Ia mengerang hebat. Kepalanya menggeleng ke kiri dan kanan.
"Ahh.. aw! Aw! Aw! terusshh.. Iyaa.. Ituu.. teruuss.. oh! Oh! Oh! aahh..!"

Dengan menumpukan pada kedua tanganku ke sofa, aku berusaha menangkap bibirnya dengan bibirku. Ia menerkamnya dan memelukku. Bibirku digigit-gigitnya ganas. Lidahnya dengan liar memasuki mulutku. Terkadang ia mengenyot bibirku dengan rakus.
"Mass.. aduhh.. enakh.."
"Cepetinn.. dongh.. aku mau.. keluarrhh aw! Aw! Aw! Ohh.. Ah! ah! "

"Aku juga.. ahh.. ahh!" sahutku sambil mempercepat goyanganku.
Ia pun semakin bergairah memutar pantatnya. Jari tangannya menjenggut-jenggut rambutku hingga kusut.
"Ahh.. ahh.. aahh.. aahh.."
"Hiyah.. hiyah.. yahh.. aahh"
Serr.. serr.. ser! Ser! Dengan sepenuh tenaga kuhunjamkan zakarku. Sekali. Dua kali. Bersamaan dengan itu Srini memelukku dengan erat. Badannya mengejang. Bibirnya merenggut ganas bibirku dan menyedotnya denan rakus.

"Mmmff.. mmff.. ahhmm.."
Hanya itu yang keluar dari mulut kami. Aku tumbang di atas badan empuk Srini. Ia memelukku erat. Zakarku banyak sekali menyemprotkan air mani. Begitu banyaknya, aku tidak bisa membedakan lagi mana yang berasal dari dalam vagina Srini. Semua bercampur dalam puncak kenikmatan orgasme kami. Keringat, air mani, ludah dan cairan lainnya. Sulit untuk melukiskan kenikmatan yang kami alami, di malam buta, demgam rintik hujan masih turun dan cuaca puncak yang dingin, seakan ingin menambahkan kenikmatan bagi kami berdua..

"Mas?!"
"Hmm.."
"Mas..?!"
"Ya sayang..?!"
Aku menatapnya. Ia tersenyum, tapi ada linangan air mata di pipinya. Aku mengusapnya. Aku baru mau mengucapkan sesuatu, tapi ia menutup bibirku dengan jari tangan kanannya. Lalu bibirnya mengecup bibirku, lembut.

"Aku bahagia.."
"Tidur yuk? Udah jam dua"
"Gendong aku dong.."
"Aku coba ya?"
Setelah membersihkan masing-masing kemaluan kami, dengan telanjang bulat aku mencoba menggendongnya ke kamar, dalam keadaan bugil pula. Badannya langsing sehingga tidak terlalu berat untuk kuangkat. Ia ketawa cekikikan ketika kucium dadanya. Ia menggeleng manja ketika ia akan kuletakkan di tempat tidur sebelahku. Akhirnya badannya yang montok itu kutaruh perlahan di tempat tidurku. Tangannya masih menggayut leherku ketika aku hendak mengambil selimut, seakan tidak ingin kehilanganku sesaatpun. Akhirnya kami tidur di dipanku, meskipun agak sempit. Dengan kaki kanan yang menaiki perutku, ia tidur disisi kananku dengan kepala terkulai didadaku. Aku membelai rambutnya dan pikiranku menerawang, menikmati sisa-sisa persenggamaan tadi..

Aku terbangun pukul tujuh. Aku menengok kiri kanan. Srini tidak ada di tempat tidurku. Aku buru-buru keluar kamar mencarinya, dengan hanya bersarungkan selimut. Ternyata ia sedang di dapur menyiapkan sarapan. Ia memakai daster tipis warna biru muda Aku berjalan menghampirinya dan memeluknya dari belakang. Ia terkejut perlahan.
"Sudah bangun?"
"Koq nggak ngebangunin?" Aku balik bertanya.
"Ngebangunin yang mana?"
"Eee.. dua-duanya"
"Nakal yach.."
Aku menciumi pipinya berkali-kali. Kedua tanganku menyelinap dibawah ketiaknya dan terus meraba ke arah selangkangannya. Ia diam saja, tak bereaksi. Kuraba-raba, ternyata ia tidak menggunakan apa-apa dibalik daster tipisnya

"Belum puas?" tanyanya.
"Kalau diberi lagi sih.., nggak nolak"
"Doyan ya..?"
"Kan katanya sampai empat rit.."
Ia mencubit tanganku keras dan lama.
"Nakal nih.." katanya.
Aku tengah menikmati badannya yang kupeluk dari belakang,
ketika tiba-tiba dari atas terdengar suara handphonenya berdering. Ia bergegas melepaskan roti yang tengah dibubuhi selai dan naik tangga ke kamarnya. Aku jadi deg-degan nggak karuan. Padahal cuma dering handphone.

Aku khawatir Samsi sudah menelpon dari tadi, tapi tidak dijawab karena istrinya tengah terlena dalam pelukanku. Tak lama kemudian Srini turun kembali dengan senyumnya yang manis. Wajahnya tetap cantik meskipun baru bangun tidur.
"Mau dijemput?" tanyaku gugup.
Ia melingkarkan tangannya dileherku dan memelukku erat. Bibirnya menciumku. Hangat.
"Emangnya kenapa?" Tanyanya manja.
"Kita harus siap-siap, supaya kelihatan nggak ada apa-apa"
"Kalau kita begini, emangnya dia perduli?"
Astaga, si Cantik ini sudah berani memberontak rupanya. Aku tidak mau jadi runyam nantinya.

"Sri.. jangan dong, nanti berabe.." Ia mengecupku lagi.
"Nggak usah khawatir. Aku juga nggak sembarangan. Kan boleh selingkuh, yang penting keluarga utuh.. mm.. Mas Samsi bilang mau jemput jam sepuluh. Tapi.. siapa yang percaya sama omongannya? Keseringan ngibulnya.." Bibirnya mencibir manja.
Giliranku menciumnya. Mesra. Ia menatapku. Matanya yang bulat segar dengan bulu mata yang lentik kelihatan begitu sayu. Kasihan si Cantik ini. Nampaknya ia harus melewati malam-malam yang panjang dan sepi, karena suaminya akhir-akhir ini jarang pulang. Aku menciumnya lagi, kali ini lebih menekan. Ia membalas. Jadilah pagi ini kami saling melumat dan memagut. Tanganku mulai merayap di belakang badannya terus turun ke pantatnya lalu meremasnya.

"Mau sarapan roti atau yang lain?" tanyanya berbisik.
"Kamu suka yang mana?" Aku balik bertanya.
"Yang lain dulu ya?" Tanpa menunggu jawaban tangannya segera melepaskan selimut yang terlilit di badanku, sehingga dengan sekejap aku berbugil ria. Ia cekikikan melihat kemaluanku yang mulai tegang. Dicekalnya dengan dua tangan dan diurutnya sambil digesekkan ke selangkangannya yang tertutup daster. Sementara bibirnya dengan ganas menciumi bibirku. Lidahnya mulai liar lagi menjelajahi bagian dalam mulutku. Aku tak mau ketinggalan. Daster tipisnya kutarik ke atas dan segera kuremas kedua daging pantatnya yang tak tertutup celana dalam. Ia segera melepaskan tangannya dari kemaluanku dan menarik dasternya ke atas serta melepaskannya sehingga kami telanjang bulat di pagi yang dingin ini.

Aku segera memeluknya, meneruskan ciuman yang tertunda dan melanjutkan belaian kami. Ia menggesekkan payudaranya yang kecil, putih dan montok itu ke dadaku yang berbulu. Aku membalasnya dengan menggesekkan kemalunaku yang sudah berdiri tegak ke selangkangannya yang berbulu hitam lebat, sambil meremas gemas kedua daging pantatnya. Ia bergelinjang hebat. Srini melepaskan ciumannya. Kemudian menyuruhku duduk di bangku makan yang tersedia. Ia lalu berlutut di hadapanku. Tanpa malu ia mencengkeram batang zakarku, menjilati kepalanya dan memasukkan kemulutnya. Sekejap kemudian ia sudah asyik menghisap dan mengulum batang nikmatku itu dengan lancar, tanpa rasa jijik sedikitpun. Aku terpana dengan kepiawaiannya membangkitkan gairahku.

Aku hanya bisa merintih dan bergumam merasakan kenikmatan dan kehangatan mulutnya menghisap dan memelintir batang dagingku. Terdengar kecipak ketika ia menarik batangku dengan mulutnya. Lalu ia masukkan kembali dengan semangat. Terkadang bagian bawah kemaluanku disusur dengan lidahnya, kemudian ujung lidahnya berputar di atas kepala batangku. Geli dan nikmat rasanya. Srini kemudian berdiri dan berbalik membelakangiku. Lalu dengan mengangkangi lutuku ia menurunkan pantatnya. Aku ikut memegang pinggangnya. Dengan satu tangannya ia memegang batangku yang sudah menegang dan mengarahkan ke kemaluannya. Sementara tanganya yang lain menarik kulit di atas kemaluannya yang berbulu lebat itu.
"Kamu nggak mau di hisap dulu?" Tanyaku berbisik.
"Nggak usah.. hh udah basah nih.." jawabnya penuh nafsu.
Perlahan batang kemaluanku memasuki lubang vaginanya. Benar saja, lubangnya telah basah oleh cairannya sendiri, sehingga meskipun agak lambat, batangku masuk dengan lancar. Betapa nikmat kurasakan. Batangku terasa diurut dan dihisap kemaluannya. Dengan berpegang ke meja di hadapannya ia mengangkat badannya. Perlahan batang kemaluanku keluar dari lubang vaginya. Kembali batangku terasa ditarik lembut oleh kemaluannya. Tak lama kemudian ia pun turun naik dengan lancar di atas batang kemaluanku yang tegak bagai tiang bendera. Begitu bersemangatnya Srini, sampai meja makan di depan kami ikut bergeser dan berbunyi di atas lantai kayu yang licin dan dingin.

Mulutnya mengerang tak henti-hentinya, menandakan ia terbawa dalam kenikmatan hebat. Ketika tengah mengayuh hebat, Srini berhenti sejenak. Lalu berdiri dan berbalik menghadapku. Dengan mengangkangkan kakinya ia kembali menurunkan badannya. Dengan satu tangan diantara tubuh kami, dituntunnya galah dagingku ke arah kemaluannya. "Bless.." Zakarku kembali masuk dengan ganas. Mulut Srini mulai mencari mulutku. Aku tidak tinggal diam. Segera kusambut mulutnya yang tetap ranum walaupun tidak memakai lipstik itu, dengan ciuman yang panas dan bergelora. Kami saling menjilat, mengulum dan tekadang menggigit. Erangan Srini makin hebat. Goyangan pantatnyapun makin hebat. Nampaknya ia mau orgasme. Betul saja. Ia memagut bibirku dengan kasar dan kedua tangannya memeluk badanku erat-erat. Seiring enjotannya berhenti, badannya mengejang. Serr.. srr.. crot! crot! Air maninya mnyembur batangku yang tengah tenggelam di lubang nikmatnya.

Ia mengangkat pantatnya sekali dan menurunkannya. Nampaknya untuk memaksimalkan kenikmatan yang ia dapatkan. Badannya kini berkeringat, padahal cuaca di masih dingin, maklum di puncak. Kemudian ia terkulai menyender di badanku, padahal batangku masih tegak dan keras tertanam di lubang kewanitaannya. Biasanya bila aku bersetubuh pagi hari, aku memang agak susah untuk orgasme dengan cepat. Srini memandangku manja. Ia mencium pipiku.
"Belum keluar?"
"Belum"
Ia lalu mengangkat pantatnya sehingga batangku keluar dari lubangnya. Tegak dan penuh cairan nikmat yang diberikan vagina Srini. Dengan satu tangan Srini mengambil cairan dari batangku dan mengoleskannya di sekitar liang duburnya. Lalu ia mengangkat pantatnya kembali dan menurunkannya di atas batang zakarku. Kali ini ia menuntun batangku ke arah duburnya.

"Sri.."
"Ssstt.." Ia meletakkan telunjuknya di bibirku sebagai tanda bagiku untuk tidak bicara.
"Just do it.." katanya, "it is special for you.."
Ia pun menurunkan kembali pantatnya. Ketika kepala batangku menyentuh lubang duburnya, aku merasa betapa kecil lubang itu. Tapi Srini seakan tidak perduli. Ia terus menekan pantatnya ke arah batang dagingku. Matanya terpejanm sambil merasakan apa yang terjadi di bagian duburnya. Ketika ujung batangku mulai menyeruak lubang pantatnya, ia menyeringai. Tapi ia terus menkan pantatnya, sehingga kepala batangku masuk. Aku merasakan nikmat luar biasa. Batangku serasa terjepit hebat oleh lubang daging yang sempit.

Ia mengangkat pantatnya. Lalu diturunkannya lagi kali ini setengah batangku masuk. Ditariknya lagi. Lalu ditekannya lagi sehingga batang kemaluanku amblas tertelan lubang duburnya itu. Tak terkatakan rasa nikmat yang kudapatkan dengan batang dagingku yang dipilin-pilin oleh lubang sempit ini. Apalagi ia kemudian dengan lancar turun naik dan menggoyang pantatnya kiri-kanan. Cewek ini begitu hebat dalam bercinta. Dan betapa beruntungnya aku karena ia memberikan sesuatu yang khusus buatku, yang ia tidak berikan pada suaminya.
"Ahh.. teruss.. ahh.. uh! Uh! ..aww"
"Ohh.. awh! awh!nikh.. matthh.. ohh.."

Dijepit oleh lubang yang swmpit seperti itu, batang kemaluanku jadi tak tahan. Aku ikut memegang pinggangnya dan menaik-turunkan pantatnya agar gesekkan terhadap batangku semakin cepat. Akhirnya kuangkat pantatnya dan kukeluarkan batangku. Kini giliranku mencapai puncak kenikmatan Ahh.. Cret! Cret! Creett! Serr.. Serr.. Air maniku muncrat dengan kencang ke atas meja dan lantai di bawahnya. Aku memeluk tubuh telanjangnya dengan erat. Keringat membasahi tubuhku dan Srini mengusapnya dengan manja. "Enak?!" tanyanya.

"Luar biasa.. koq pinter sih..?!"
"Kursus dong.."
"Dimana..?! Emangnya ada kursus begituan..?!"
"Ada.. film tripel?!"
"Suka nonton yach..!? Pantes.." Kami terdiam sejenak.
"Pinter goyang begini koq sering dianggurin, kan sayang.."
"Makanya kalau Mas mau kita bisa janjian.."
"Astaga. Aku nggak berani ah.."
"Kan bisa diatur.. Aku juga nggak sembarangan.."

Aku diam. Aku berpikir, kesempatan seperti ini memang langka dan tidak mungkin terulang. Selain jauh dari Jakarta, kebetulan semua orang lagi nggak ada. Nah kalau di Jakarta? Kalau semua orang di kantor tahu bagaimana?
"Kita lihat saja nanti deh.. Kan kamu yang punya kesempatan"
"benarr yaa. Nanti kalau lagi kosong aku telepon."
Kami kemudian sarapan. Aku minum STMJ yang memang dibawakan oleh teman-teman panitia dalam bentuk sachet ketika berangkat. Jam di dinding menunjukkan pukul delapan. Tiba-tiba telepon di samping TV berdering. Aku menjawabnya.

"Hallo.."
"Halo, dengan Pak Riki..?"
"Ya, saya sendiri.."
"Kami petugas front office. Ada beberapa dokumen yang harus ditandatangani bapak sebelum bapak pulang."
"O ya, nanti saya ke sana sekitar jam sembilan."
"Baik, terima kasih pak."
Aku akan bergerak mandi, tetapi Srini minta duluan. Akhirnya, sambil berselimut aku nonton TV. Terdengar suara Srini memanggilku dari dalam kamar mandi.
"Ada apa?" tanyaku dari depan pintu kamar mandi.
"Tolong ambilkan lulurku dong, di atas" katanya.
"Di tas?"
"Ya, di kantong luar"
Aku segera berlari ke kamar atas dan turun lagi dengan membawa lulur mandinya.

"Nih" kataku tanpa membuka pintu kamar mandi.
"Masuk aja Mas, nggak dikunci koq."
Aku masuk dan mendapatinya sedang telanjang bulat. Ia memandangku sambil tersenyum. Aku jadi membuang muka. "Lulurkan ke badanku dong."
"Hah?! Nggak ah.."
"Ayo dong mas, kapan lagi.." Ia memelas.
Akhirnya akupun menuruti kemauannya. Ia memang benar, kapan lagi aku bisa bersamanya dalam suasana seperti ini. Tidak ada jarak, tidak ada penghalang, walau sehelai benangpun. Akupun mengoleskan lulur itu mulai dari punggungnya, pinggangnya, dan pantatnya. Sementara ia berdiri tegak membelakangiku.

"Depannya juga dong.." katanya sambil memutar badannya.
Aku mengoleskan lulur mulai dari lehernya, lalu dadanya-sambil meremas dan membelanya tentunya-, terus ke perutnya dan selangkangannya. Ia membawa tanganku ke kemaluannya. Aku tidak menolak, membelainya dengan jariku. Tangan kanannya mengikuti tanganku sedangkan matanya memandangku, sayu. Ia mendekatkan bibirnya, lalu mencium bibirku lembut. Batang kemaluanku mulai bergerak naik.
"Mas.."
"Hmm.."
"Kakinya juga dong"
"Oh ya, sorry.." Aku lalu mengolesi kedua pahanya, lututnya dan telapak kakinya.

"Gantian, sini aku lulurkan.." Katanya setelah aku selesai.
Akupun membuka selimut yang melilit badanku, lalu berdiri membelakanginya. Ia mengoleskan lulur ke seluruh tubuhkku, sama yang kulakukan terhadapnya. Bedanya, ketika ia mengoleskan lulur ke bagian depan tubuhku, ia tinggalkan batang kemaluanku. Baru setelah selesai semua, ia menjilati batang kemaluanku dan menghisapnya. Batang kemaluanku yang setengah tegang itu kini malah jadi keras lagi karena kulumannya. Setelah puas mengulum dan menjilati batang kemaluanku, ia mengolesinya dengan lulur dan mengocok dengan tangannya. Ia pun berdiri dan memandangku.

"Sekali lagi ya..? Terakhir.." Aku tak menjawab, tetapi melingkarkan kedua tanganku kepinggangnya yang penuh lulur itu.
Dalam sekejap kamipun berciuman dengan ganas. Ia meletakkan kedua tangannya memeluk leherku. Akupun memeluknya semakin ketat. Ia menggesekkan dadanya ke dadaku, aku menggesekkan kemaluanku yang berdiri tegak itu ke bawah perutnya. Kamar mandi yang dingin ini berubah menjadi hangat karena nafsu birahi kami. Ia mendudukkanku pada toilet duduk. Lalu berjongkok dihadapanku dan mulai mengocok batang zakarku dengan cairan yang keluar dari. Lalu ia mendekatkan dadanya ke batangku. Sambil memegang kedua payudaranya dari tepi ia meletakkan batangku di tengah kedua payudaranya dan memaju-mundurkan dadanya. Terasa geli campur nikmat memancar dari kemaluanku yang terjepit di antara dadanya itu.

Cairan makin banyak keluar dari kepalanya. Srini terus memainkan kemaluanku dengan kedua payudaranya yang putih dan montok itu. Aku menyender pada toilet duduk itu sambil menikmati fantasi sex yang ia ciptakan. Cewek ini bermain seakan tidak pernah puas. Nampaknya ia ingin menikmati sepuas-puasnya kesempatan yang didapatkannya. Mungkin suaminya sering keletihan pulang kerja sehingga tidak sempat melayaninya di atas ranjang. Aku tersadar ketika ia menghentikan permainan dadanya terhadap batangku. Lalu ia berdiri membelakangiku dan kembali menurunkan pantatnya.

"Ini posisi favoritku.." katanya tanpa menunggu komentarku.
Segera ia menangkap batang zakarku yang sudah tegak itu dan membimbingnya memasuki vaginanya. "Bless.." Dengan lancar kini batang itu menerobos sarungnya.
"Ahh.. nikmaat.." katanya sambil menyenderkan badannya ke arahku.
Aku memeluknya sambil meremas kedua payudaranya dan mulutku mencari bibirnya. Ia menyambutnya dengan mesra. Lalu dengan semangat membara ia mulai mengayuh pantatnya, ke atas dan ke bawah, ke kiri dan kanan. Aku menimpalinya dengan menggenjot batangku ke atas keras-keras sehingga timbul suara keplokan yang menambah indah suasana pagi ini.

Perjuangan mencari puncak kenikmatan kini dimulai lagi. Tidak puas dengan posisi mendudukiku dari belakang, ia berbalik menghadapiku dan mengangkangiku. Lalu sambil duduk ia menggenjot kemaluannya. Aku pun tak berkeberatan dan ikut memainkan batangku sambil meremas-remas pantatnya dan menjilati payudaranya. Srini lalu berdiri. Sambil menyender ke dinding kamar mandi yang dingin ia minta agar aku menyetubuhinya sambil berdiri. Aku menikmatinya bahkan mengangkat kedua kakinya ke pinggangku. Srini tanpaknya merasa senang sekali aku mengikuti semua gaya yang dimintanya tanpa komentar. Akhirnya ia minta disetubuhi dengan gaya biasa, tidur telentang dengan kedua kakinya diangkat ke pundakku. Pada posisi inilah ia mengalami orgasme.

Sedangkan aku terus menggenjotnya, sehingga ketika melakukan doggy style aku baru bisa mencapai nikmatku yang kedua di pagi ini. Dan kali ini ia tidak membiarkan kemaluanku muntah dalam vaginanya, tapi dalam mulutnya. Ia tidak merasa jijik sedikitpun. Bahkan sebagian air maniku ditelan begitu saja bagai menelan air minum!

Selesai merapikan semuanya, aku menuju front office untuk menyelesaikan seluruh administrasi. Tidak lama kemudian driver kantor datang menjemput. Seolah tidak terjadi apa-apa, kamipun pulang ke Jakarta. Dan sepanjang jalan kami tertidur kelelahan..

Srini menepati janjinya ketika di puncak. Sejak saat itu kami sering membuat janji jika suaminya sedang sibuk dan tidak bisa pulang. Kami bertemu di sebuah hotel dan mengulangi kepuasan yang kami dapatkan ketika di puncak. Aku tidak tahu sampai kapan hubungan ini akan berlanjut. Mudah-mudahan saja tidak membuat bencana bagi keluarga masing-masing.

TAMAT

0 komentar:

Posting Komentar