Kamis, 01 Januari 2015

A Taste Of Honey - Beautiful Journey

Tidak terasa sudah hampir setahun aku tinggal disana dan berolah tubuh dengan Hanny, tetangga kosku. Selama menjalin hubungan dengan Hanny, sempat kucicipi kehangatan tubuh beberapa wanita lain. Tentu saja tanpa sepengetahuan Hanny. Ada Titin yang karyawan pabrik garment di Cibinong, ada Ida sang Wanita Penjaga Showroom dan Wiwik, wanita bersuami yang menjadikan aku oase tempat pemuas dahaganya.
Rencana penelitian skripsiku sudah disetujui pembimbing dan seminggu lagi aku harus berangkat ke Banyuwangi selama dua bulan untuk melakukan penelitian tentang kehidupan masyarakat nelayan di sana. Akupun sudah memberitahu Hanny mengenai rencana keberangkatanku.

Aku sudah mulai "bosan" dengan Hanny. Dalam arti begini, setiap kali bertemu untuk bercinta rasanya sudah cukup sekali saja aku orgasme atau paling banyak dua kali. Terakhir kali bercinta seharian pada minggu lalu kubiarkan ia mengejang sampai empat kali, sementara aku hanya dua kali menembakkan amunisi senjata biologisku.

Tiga hari sebelum berangkat kami hanya sempat Quicky.. Quicky di atas sofa ruang tamunya. Ia sebenarnya menginginkan permainan yang panjang dan lama. Namun karena keadaan tidak memungkinkan, dia hanya bisa membekaliku dengan beberapa gigitan memerah di bahu dan dadaku.

Selama di lokasi penelitian aku sempat merasakan kehangatan tubuh wanita di sana. Dua kali pada saat menyeberang ke Bali untuk mendapatkan data pembanding, aku melakukannya dengan PSK. Namun klimaks yang kucapai terasa hambar. Hanya sekedar ejakulasi untuk menumpahkan mani yang sudah penuh. Namun secara emosional aku tidak terpuaskan.

Dua bulan berlalu dengan cepat..

Aku kembali di rumah menjelang tengah malam. Badanku terasa remuk semua setelah melintasi pulau Jawa dari ujung timur sampai hampir di ujung baratnya. Langsung aku tertidur sampai agak siang. Suara Hanny menyapu di pekarangannya tidak mampu membangunkanku. Aku bangun setelah matahari sepenggalah. Setelah mandi dan membereskan pakaian kotor, terasa perutku lapar sekali.

Hanny melambaikan tangannya ketika aku melintas di depan rumahnya.

"Anto!! Kapan kamu sampai!"
"Tadi malam Bu?" kataku agak kikuk setelah selama dua bulan tidak bertemu dia.

Juga kebetulan dari arah berlawanan ada tetangga yang juga lewat. Dia memandangiku dengan mata berbinar-binar.

"Kamu tambah hitam dan agak kurusan sedikit," katanya setelah mengamatiku sesaat.
"Yahh, selama dua bulan terus berjemur di panas matahari, makan juga teratur. Sehari dua kali, pagi dan sore karena siang masih di lapangan", kataku.

Diam sesaat.

"Ya sudah. Kamu istirahat dulu, nanti kukirim air jahe agar tenagamu cepat pulih. Lusa aku berangkat ke Ciamis, ada saudara yang mau menikah. Aku sudah bilang Pak Edi. Eka tidak ikut karena belum liburan. Karena kamu sudah tiba di sini, maka jadwal perjalananku berubah. Kita bisa merasakan asinnya air laut Pangandaran. Aku akan ngomong lagi sama Pak Edi sampai berapa hari berada di Ciamis".

Kupikir dalam beberapa hari ke depan aku tidak sibuk. Konsep laporan penelitianku sudah kusiapkan dari lapangan, rencananya akan kubaca lagi dan kuserahkan ke dosen pembimbing seminggu lagi. Huuhh!! Rekreasi tapi sekaligus kerja keras lagi.

Lusanya kami berangkat pada malam hari. Perjalanan ke Banjar tidak terasa lama, karena di sepanjang perjalanan tangan kami sibuk bekerja menyatakan keinginan dan kerinduan kami masing-masing. Dari Banjar kami melanjutkan perjalanan ke Pangandaran. Agak siang kami tiba di Pangandaran.

Kami masih merasakan lelah karena perjalanan tadi. Sampai di kamar sebuah hotel kami langsung mandi berdua dengan melakukan sentuhan dan kecupan ringan sebagai pemanasan. Kamar yang cukup indah, terletak di lantai dua dengan pandangan sea view di bagian selatan. Di bagian timur dan barat ada jendela kecil untuk memandang sunrise dan sunset. Bed cover warna biru laut menambah sejuk dan menciptakan suasana santai. Kami merencanakan untuk istirahat dulu dan nanti sore baru mulai menikmati indahnya Pangandaran.

Menjelang tengah hari kami bangun dan makan siang. Kami pilih restoran dengan menu sea food. Setelah melihat-lihat menu aku putuskan untuk memesan udang dan kerang sekalian sebagai aphrodisiac, makanan penambah tenaga seksual.

Setelah makan kami kembali lagi ke hotel dan duduk-duduk memandang ombak laut selatan yang berkejaran dan memecah di pantai. Beberapa lama kemudian matahari sudah mulai condong ke barat. Cuaca sedikit berawan sehingga panas mataharipun agak tereduksi, namun kuperkirakan tidak akan turun hujan. Kuajak Hanny untuk jalan dan berenang di Pananjung sambil menunggu sunset. Kubisikkan agar membawa pakaian ganti, namun sekarang ini tidak usah mengenakan pakaian dalam. Iapun mengerti kalau aku mengajaknya outward adventure di pantai.

Ia mengenakan baju lengan panjang yang agak tebal agar putingnya tidak membayang dari luar, aku mengenakan kaus lengan pendek. Kami sama-sama mengenakan celana pantai yang longgar. Pakaian ganti dan handuk kumasukkan ke dalam tas kecil dan kusandang di bahu.

Kamipun masuk ke Pananjung melalui gerbang Taman Wisatanya. Kami memilih jalan-jalan setapak yang jarang dilintasi orang. Bahkan kadang-kadang menerobos semak-semak. Kalau keadaan sekitarnya kelihatan aman dan sepi, maka kamipun dapat melakukan ciuman, rabaan dan remasan ringan. Ia sangat menikmati perjalanan pendek ke pantai Pananjung ini. Perjalanan yang normalnya paling lama ditempuh tigapuluh menit, kami lakukan dengan santai dan berbelok-belok sehingga setelah sejam lebih kami baru menginjakkan kaki di atas pasir.

Kami terus berjalan di pantai ke arah timur sampai agak jauh dan tidak ada orang lagi yang ada di sana. Kusergap dia dari belakang dan kubanting pelan ke atas pasir. Kuterkam dan kamipun bergulingan di atas pasir yang basah. Kami masih terus berpelukan, berciuman dan berguling-guling. Ketika ombak memecah di pantai, maka tubuh dan pakaian kamipun menjadi basah. Kami saling menatap dan tertawa bersama-sama dan kembali berpelukan lagi.

Kubopong tubuhnya dan kuceburkan di air. Ia berteriak-teriak lepas dan menarik tanganku sehingga akupun juga terjatuh di air. Ia makin tertawa senang dan menekan bahuku. Kami terus bermain air sambil berciuman dan mengusap tubuh pasangan kami. Bibir kami ikut basah oleh air laut yang asin, sehingga ketika berciuman juga terasa sedikit asin. Namun hal ini tidak mengurangi kenikmatannya, bahkan terasa lebih nikmat karena ada rasa yang baru yang sebelumnya belum pernah dilakukan.

Ciuman dan remasanlu semakin lama semakin ganas. Iapun mengerti kalau nafsuku sudah mulai bangkit. Ia mengajakku ke luar dari air. Sambil tetap berciuman kami keluar dari air perlahan-lahan. Handuk besar dari dalam tas kami keluarkan dan kuhamparkan di atas rumput yang terlindung semak-semak agak jauh dari bibir pantai. Beberapa detik kemudian kamipun sudah saling melepas pakaian.

Kubaringkan ia di atas handuk dan segera kupeluk dan kucium. Ia mendesah dan menggesek-gesekkan pipinya pada pipiku. Bibirnya mengulum daun telingaku dan mendesah.

"Ohh.. Anto. Dua bulan lebih aku menunggu saat-saat seperti ini".
Kuciumi telinganya dan kubisikkan,"Hannyku, akan kutumpahkan kerinduanku dan memuaskan penantianmu..".
"Pasti penuh dan kental manimu. Selama dua bulan lebih tidak dikeluarkan. Sirami milikku dengan airmu," katanya.

Kepalaku kubenamkan ke dadanya dan beraksi mencium dadanya yang padat kemudian menggigit belahan dadanya dan menjilati putingnya. Masih ada sisa-sisa air laut.

Kejantananku mulai bereaksi ketika tangannya menyusup di antara pahaku. Pelan tapi pasti kejantananku mulai membesar sehingga terasa mulai mengganjal. Kunaikkan pantatku untuk mengurangi rasa tekanan kejantananku pada perutnya. Kemudian tangannya mengarahkan kejantananku sehingga kepalanya berada sedikit di bawah pusar.

Tangannya kebawah, kemudian meraba, mengusap serta memainkan penisku.

Kini kepalaku bergerak ke leher, dada, menjilt putingnya dengan jilatan ringan kemudian terus ke bawah sampai di selangkangannya. Aku mulai menjilati dan memainkan tonjolan daging kecil bi bagian depan vaginanya. Bibir vaginanya yang berwarna kemerahan kuusap dengan bagian dalam telunjukku. Kembali rasa asin menempel di lidahku, namun kemudian berubah menjadi rasa air yang segar agak lengket.

Ia terhentak dan mengejang sesaat ketika clitnya kujilat dan kujepit dengan kedua bibirku. Kulepas dan kujepit lagi. Ia merengek-rengek agar aku menhentikan aksiku dan segera melancarkan serangan terakhir, namun aku sendiri masih ingin menikmati dan melakukan foreplay yang lama. Beberapa saat aku masih dalam posisi itu. Tangan kirinya memegang kepalaku dan menekankannya ke celah pahanya. Tangan kanannya meremas-remas payudaranya.

Kepalaku kulepas dari selangkanganku dan kemudian mulutku bermain dengan puting payudaranya. Hanny kelihatannya tidak sabar lagi dan dengan sekali gerakan tangannya suda memegang kemudian mengocok penisku dan menggesekkannya pada bibir vaginanya. Tanganku mengusap gundukan payudaranya dan meremas dengan pelan dan hati-hati. Ia menggelinjang. Mulutku menyusuri leher dan bahunya kemudian mencari-cari bibirnya yang sudah setengah terbuka. Penisku yang sudah mengeras mulai mencari sasarannya.

Kuremas pantatnya yang padat dan kuangkat pantatku.

"Anto.. Kumohon.. Masukk.. Kan!"

Tangannya menarik penisku dan memasukkan ke dalam guanya yang sudah basah. Aku tidak melawan dan segera kutancapkan penisku dalam-dalam ke dalam liang vaginanya.

Hanny bergerak menentang arah gerakanku untuk menghasilkan kenikmatan yang semakin dalam. Aku bergerak semakin cepat dan mulai kurasakan aliran yang tidak terkendali di tubuhku. Aku ingin segera mengeluarkannya namun aku harus memuaskannya terlebih daulu. Aku menurunkan irama permainan. Kini ia yang bergerak-gerak liar. Gerakan demi gerakan, teriakan demi teriakan dan akhirnya Hanny sampai ke puncak sesaat kemudian setelah mengeluarkan teriakan keras dan panjang.

"Aachhkk.. Anto.. Ouhh".

Tubuhnya mengejang dan pantatnya naik. Untuk memaksimalkan kepuasannya maka kutekankan penisku ke dalam vaginanya. Ketika dinding vaginanya berdenyut, maka kubalas dengan gerakan otot Kegelku. Iapun kembali mengejang setiap kali otot Kegelku kugerakkan.

Sejenak kubiarkan ia beristirahat tanpa mencabut penisku. Kami saling mengusap tubuh satu sama lain. Aku merasakan ada beberapa pasang mata yang mengintip di balik semak-semak.

"Ada yang ngintip Han!" kataku.
"Biar saja, selagi mereka tidak mengganggu kita. Paling hanya anak-anak kampung atau sesama turis yang tersesat. Aku malah merasa semakin nikmat kalau diintip," katanya tenang.

Ketika gairahnya kembali bangkit, maka aku mengenjotnya lagi dengan perlahan untuk mengembalikan ketegangan penisku yang sudah mulai menurun karena ketika kami beristirahat tidak ada rangsangan kenikmatan. Aku memeluknya kembali, kemudian mengencangkan penisku dan menggenjotnya lagi.

Setelah kurasakan penisku mengeras kembali, maka kuberikan isyarat untuk doggy style. Ia mendorong tubuhku agar dapat mengambil posisi menungging, namun kutahan. Kuangkat kaki kirinya dan kuputar melewati kepalaku. Ia sudah membelakangiku dalam keadaan berbaring. Pantatnya dinaikkan sedikit dan kugenjot lagi vaginanya. Kurebahkan badanku di atasnya. Kami berciuman dalam posisi ia kunaiki tengkurap, sementara kemaluan kami masih terus bertaut dan menjalankan kegiatannya.

Aku menusuk vaginanya berulang kali. Ia pun mendesah sambil meremas rumput di dekatnya. Aku berdiri di atas lututku dan kutarik pinggangnya. Kini ia berada dalam posisi nungging dengan pantat yang disorongkan ke kemaluanku. Setelah hampir dua puluh menit permainan kami yang kedua ini, Hanny semakin keras berteriak dan sebentar-sebentar mengejang. Vaginanya terasa semakin lembab dan hangat. Kuhentikan genjotanku dan kucabut penisku.

Hanny berbalik telentang dan sebentar kemudian aku naik ke atas tubuhnya dan kembali menggenjot vaginanya. Akhirnya aku merasa hampir mencapai puncak dari kenikmatan ini. Kutarik buah zakarku sehingga penisku keliatan agak memanjang.

"Hanny, kayaknya aku nggak tahan lagi, aku mau keluar," teriakku.
"Ouhh.. Tunggu dulu.. Sebentar lagi.. Kita sama..".

Napas kami semakin terengah-engah. Kukendorkan sebentar otot Kegelku dan kemudian kukencangkan, kutahan dan kugenjot lagi dengan cepat.
Deburan ombak di pantai juga seolah-olah menambah semangatku. Kupercepat gerakanku seakan berlomba dengan ombak yang berkejaran. Akhirnya tak lama kemudian kami bersama mencapai titik trianggulasi tertinggi. Aku menyemprotkan spermaku terlebih dahulu. Hanny semakin cepat menggerakkan tubuhnya agar tidak ketinggalan dan tak lama Hannypun mendapatkan puncaknya ketika penisku masih menyemburkan sisa-sisa lahar kenikmatan. Setelah itu kami terbaring lemas. Sekilas terlihat bayangan orang yang mengendap-endap menjauh.
Setelah mandi dan berenang lagi sebentar, maka kamipun duduk menikmati sunset dan segera pulang ke hotel. Dalam perjalanan ke hotel, Hanny singgah sebentar di sebuah kios.

"Kamu tunggu saja di sini, ada yang mau kubeli!" katanya.

Aku tidak berpikir apa-apa, paling dia beli air minum atau makanan kecil. Tiba-tiba aku melihat di samping kios tadi ada toko obat. Entah bagaimana tiba-tiba timbul keinginanku untuk merasakan bersetubuh dengan menggunakan kondom. Selama ini kami bersetubuh secara alami, karena toh dia juga masih ikut KB suntik. Selagi Hanny sibuk di kedai, maka akupun membeli sekotak kondom dan kusimpan di saku celanaku.

Kami tiba di kamar hotel dan segera mandi untuk menghilangkan rasa lengket akibat air asin. Setelah mandi, badan terasa segar dan perut terasa lapar. Kami makan di sebuah rumah makan kecil di dekat hotel. Rumah makan yang cukup bersih dan asri, hanya berdinding anyaman bambu setinggi dada. Bau khas laut terbawa angin yang bertiup perlahan.

Setelah makan, langit sudah mulai gelap. Bulan di arah timur sudah mulai muncul. Kupikir-pikir malam ini belumlah purnama penuh, paling tanggal 12-13 menurut kalender Jawa. Kami berjalan menyusuri pantai sampai ke ujung, dan kembali lagi ke arah hotel.

Sekitar jam sembilan kami sudah sampai di hotel dan duduk di teras hotel sambil memandang laut. Hanny sudah berganti pakaian dengan baju yang bagian atasnya terbuka berwarna pink dan celana pendek dari jeans. Branya yang berwarna hitam dengan model tanpa tali di bahu terlihat tidak mampu menampung buah dadanya. Ia duduk di atas pagar teras kamar dan aku memeluk dari samping, sambil bibirku mulai bekerja memberikan pemanasan, menciumi daerah leher, pelipis dan sekitarnya.

Angin mulai bertiup agak kencang sehingga Hanny mulai menggigil. Tanganku dipegangnya dan didekapkan di dadanya. Kubisikkan di telinganya, "Daripada kita kedinginan lebih baik kita panaskan dulu suasana ini!"

Ia tidak menjawab namun tubuhnya turun merosot dari pagar teras tempat ia duduk dan kemudian tangannya menggelayut di leherku. Kuangkat tubuhnya yang montok itu. Bibirnya menempel di leherku dan segera kami masuk ke dalam kamar.

Kumatikan lampu kamar sehingga cahaya bulan yang kuning keemasan menerangi kamar kami. Ketika aku hendak menyalakan lampu tidur, ia menahanku, "Aku ingin bercinta dengan diterangi cahaya bulan malam ini," katanya.

Tidak lama kami sudah berpelukan di atas ranjang. Tak lama kemudian tubuh bagian bawahnya sudah telanjang, sementara aku sudah telanjang bulat. Aku sengaja belum membuka bajunya karena ingin menikmati pemandangan di depanku ini.

Tubuh yang putih mengenakan pakaian tipis terbuka di atas sedang berbaring di ranjang dengan bed cover biru laut diterpa sinar bulan kuning keemasan. Sungguh suatu pemandangan yang luar biasa. Sementara di bagian pangkal pahanya terbayang sejumlah rumput hitam yang rapi mengitari sebuah telaga. Ia membuka pahanya sehingga telaganya yang berwarna kemerahan sangat menantang. Aku hanya diam dan mengelus-elus perutnya.

"Kamu cuma akan memandangi aku begini terus atau..".

Belum habis kata-katanya kucium bibirnya dan aksiku pun segera berlanjut. Kutindih dan kujelajahi sekujur tubuhnya dengan jariku. Mulutnya mendekat ke telingaku dan berbisik.

"Ouuhh.. Anto.. Jantanku.. Terserah kamu apapun yang akan kau lakukan..".
"Aku akan memuaskanmu sampai kamu tidak ingin berhenti.." kataku membalas bisikannya.
"Ouhh.. Apa.. Saja. Akhh..!"

Dari bibir lidahku turun ke dada dan ke samping, mengecup pinggul dan pinggangnya, kemudian ke arah pahanya. Hidungku kutempelkan di bibir vaginanya. Tercium aroma harum dan segar. Kulebarkan pahanya kuberikan rangsangan di sekitar pangkal pahanya tanpa menyentuh vaginanya. Ketika kugigit pahanya sampai merah ia memekik.

"Antoo.. Jangan.. Sudah To!" pekiknya.

Kepalaku kembali ke dadanya dan kuminta dia untuk berguling ke atas. Dengan cepat kami berguling. Kuraih bagian bawah bajunya dan dengan cepat kulepaskan lewat kepalanya. Kukecup gundukan payudaranya yang keluar dari cupnya. Bra-nya dengan sekali jentikan jariku kemudian terlepas. Kusambut payudaranya dengan jilatan lidahku melingkari sekitar puting dan dengan sekali jilatan halus.

Hanny memencet pangkal payudaranya sehingga payudaranya seperti mengencang. Hanny kemudian membawa payudaranya ke mulutku dan kusambut dengan rakus seperti bayi yang sedang kehausan susu ibunya. Kugantikan posisi tangannya dan kuremas. Ujung putingnya kujilat dan kumainkan dengan gigitan lembut bibirku. Ia semakin terangsang dan ingin segera mendaki lereng kenikmatan.

Tangannya mengocok penisku dengan lembut. Dikecupnya kepala penisku, diratakannya cairan bening yang sudah mulai keluar dari lubang kencingku dengan mulutnya. Aku menahan napas ketika lidahnya menjilati lubang kencingku. Kini ia jongkok di atas pahaku dan mulai mengarahkan penisku ke dalam liang vaginanya.

Aku tiba-tiba ingat akan keinginanku. Kuambil kondom yang tadi kusisipkan di bawah bantal. Hanny melihatnya dan menyatakan protes.

"Ihh, ngapain pakai kondom, nggak nikmat. Nggak, aku nggak mau".

Aku menjelaskan bahwa aku ingin mencoba rasanya bersetubuh dengan menggunakan kondom. Akhirnya kami bersepakat coba saja dulu, kalau nanti kurang nyaman tinggal cabut saja.

Kini ia menyobek bungkus kondom tadi. Dikocoknya penisku sebentar sampai menegang maksimal, kemudian dipasangnya kondom tadi dengan hati-hati di ujung penisku dan dibuka gulungannya ke batang penisku. Rasanya agak asing, seperti ada permukaan licin dan sedikit berminyak.

Hanny segera mengarahkan penisku, melanjutkan pekerjaan yang tertunda sebentar dan tak lama peniskupun masuk ke dalam liang vaginanya. Rasanya memang berbeda, sepertinya penisku diselaputi lendir yang licin, sehingga gesekan kulit penisku dengan dinding vaginanya kurang terasa. Kukeraskan ototku sedikit dan Hannypun mulai menggerakkan pantatnya. Ia seperti penunggang kuda yang sedang memacu kudanya. Pantatnya bergerak naik turun dengan cepat. Aku mengimbangi dengan gerakan pinggulku serta meremas dan mengulum payudaranya.

Gerakannya semakin cepat dan erangannya makin sering. Aku mengubah posisiku menjadi duduk dan memeluk pinggangnya. Kami berciuman dalam posisi Hanny duduk di pangkuanku. Kueksplorasi seluruh tubuhnya dengan tangan dan bibirku.

"Aaagghh.. Anto..," teriaknya.

Kudorong dia ke arah yang berlawanan dengan posisi tidur kami semula. Kini aku berada di atasnya dan mulai mengatur irama permainan. Bibirku bergerak ke leher dan menjilatinya. Tangannya mengusap punggung dan pinggang sampai pantatku.

Tanganku meremas lembut payudaranya dari pangkal kemudian kutarik ke arah puting. Kutarik putingnya sedikit dan kujilati sekitarnya yang juga berwarna kemerahan. Kutekan payudaranya dengan telapak tangan dan kuputar-putar.

Kususuri buah dadanya dengan bibirku tanpa mengenai putingnya. Ia bergerak tidak menentu. Semakin ia bergerak maka payudaranya ikut bergoyang. Jilatanku makin ganas mengitari tonjolan kemerahan itu.

"To.. Aku.. Isep.. Isep dong.. Yang," pintanya.

Aku masih mempermainkan gairahnya dengan jilatan halus di putingnya itu. Umi mendorong buah dadanya ke mulutku, dan putingnya langsung masuk ke mulutku, dan kukulum, kugigit kecil serta kujilat bergantian. Tanganku mulai bermain di vaginanya semakin basah oleh lendir yang mengalir.

Jariku tengah tangan kiriku kumasukkan ke dalam vaginanya dan kukocok keluar masuk sambil menekan bagian atas dinding vaginanya. Lumatan bibirku di puting Umi makin ganas. Ia semakin liar bergerak.

"Aaagh.." ia memekik-mekik.

Vagina Hanny makin lembab, namun tidak sampai banjir. Hanny langsung mendesis keras ketika merasakan hunjaman penisku yang menyodoknya bertubi-tubi. Tangannya mencengkeram punggungku. Gerakan naik turunku diimbangi dengan memutarkan pinggulnya. Semakin lama gerakan kami semakin cepat dan liar.

Ia semakin sering memekik dan mengerang. Kuku tangannya kadang mencakar punggungku. Kutarik rambutnya dengan satu tarikan kuat, kukecup lehernya dan kugigit bahunya.

"Ouhh.. Ehh.. Yyyeesshh!"

Kugenjot Hanny dengan cepat dan menghentak-hentak. Kuganti irama gerakanku. Kumasukkan penisku setengahnya dan kucabut sampai tinggal kepalanya yang terbenam beberapa hitungan dan kemudian kuhempaskan pantatku dengan keras. Hanny pun menjerit tertahan dan wajahnya mendongak.

Pinggulnya yang tidak pernah berhenti untuk bergoyang dan berputar semakin menambah kenikmatan yang terjadi. Jepitan vaginanya yang menyempit ditambah dengan gerakan pinggulnya membuatku semakin bergairah.

Aku menurunkan irama untuk mengurangi rasa nikmat yang meledak-ledak. Penisku kubiarkan tertanam di dalam vaginanya dan kemudian aku menggerakkan otot kemaluanku. Terasa penisku berkontraksi mendesak dinding vaginanya dan ketika aku melepaskan kontraksiku, kurasakan dinding vaginanya menyempit meremas penisku. Ia sudah sangat menguasai gerakan ini dengan latihan yang lama.

Hanya suara desahan yang terdengar di dalam kamar. Ia memberi isyarat untuk menyelesaikan permainan ini.

"Lepas kondomnya To. Aku ingin merasakan panasnya lahar gairahmu," ia mendesah.

Kucabut penisku dan dengan cepat ditariknya kondom yang terpasang di penisku. Kembali kami berpelukan dan bergerak liar tanpa menghiraukan tubuh kami yang basah oleh keringat kami.

Hanny semakin cepat menggerakkan pantatnya sampai penisku terasa disedot oleh satu pusaran yang sangat kuat. Hanny meremas rambutku dan membenamkan kepalaku ke dadanya, betisnya menjepit erat pinggulku. Badannya meronta-ronta, kepalanya bergoyang ke kiri dan ke kanan, tangannya semakin kuat menjambak rambutku dan menekan kepalaku lebih keras lagi ke dadanya.

Aku pun semakin bergairah untuk menghujani kenikmatan kepada Hanny yang tidak berhenti mengerang.

"Aaahh.. Ssshh.. Ssshh"

Gerakan tubuh kami semakin liar dan cepat.

"Ouoohh.. Nikmat.. Aku.. Sam.. Pai.."
Aku mengangguk dan iapun memekik panjang, "Ya .. Ayo.. Aaahhkk..!"

Aku mengencangkan otot kemaluanku dan menghunjamkan penisku ke dalam vaginanya. Nafasnya tercekat sejenak dan kemudian keluarlah erangannya. Tubuhnya kami mengejang bersama-sama. Kakinya memperketat jepitan di pinggulku. Sedetik kemudian spermaku sudah memancar di dalam vaginanya.

Kami menjerit tertahan "Awww.. Aduuh.. Hggkk"

Sunyi sejenak di dalam kamar. Hanya ada suara napas memburu yang kemudian berangsur-angsur menjadi tenang. Sayup-sayup suara deburan ombak terdengar berirama. Sampai check out pada pagi harinya kami tidak sempat memakai pakaian lagi karena harus bergumul dua kali lagi. Terakhir kali aku mengejang di atas tubuhnya sudah tidak ada lagi cairan sperma yang memancar, hanya denyutan penisku saja yang menyisakan rasa nikmat.

Paginya kuantar ia sampai ke Ciamis dan aku pulang sendirian ke Bogor dengan kenangan indah ombak Pangandaran yang bergelora.

Tamat

0 komentar:

Posting Komentar