"Jadilah diri sendiri, sudah hilang masa dimana
manusia hidup dalam ketakutan akan pandangan orang lain. Bagiku
orang seperti itu adalah kera, sedang aku sudah berevolusi menjadi
manusia yang sebenarnya. Tidak ada manusia yang selalu benar di muka
bumi ini, maka kenapa takut berbuat salah. Yang penting memang
itulah aku apa adanya."
Itu mottoku selama ini. Tak ada yang salah dengan motto itu,
karena aku dapat apa yang aku ingin dan aku bahagia. Jika ada yang
tidak suka, tuntut saja aku! Aku tidak takut! Bakat..! Aku yakin
semua orang memilikinya. Hanya saja ada mereka yang tidak mengetahui
atau lingkungan tidak menerima bakat itu sehingga kini mereka harus
menjalani hidup yang membosankan. Hari demi hari dilalui begitu saja
tanpa peningkatan dan kegembiraan saat mereka menjalaninya.
Sedangkan mereka yang lain lebih beruntung, karena kemampuan
terbaik mereka tersalurkan. Ronaldo dengan sepakbolanya, Michael
Jordan dengan basketnya, Jendral Arthur dengan taktik perangnya, Bon
Jovi dengan suaranya, Leonardo Da Vinci dengan lukisannya, Einstien
dengan penelitiannya, Al Capone dengan perampokan bank dan gank
mafianya, Jack De Riper dengan pembunuhan berantainya, Hitler dengan
NAZI-nya, Madam Omiko dengan rumah bordilnya, bahkan Dorce mampu
mengasuh 1500 anak yatim piatu setelah menjadi wanita, serta masih
banyak lagi nama-nama yang menjalani hidup bahagia sesuai dengan
kata hatinya.
Resiko dalam hidup adalah hal yang pasti, jika kita memilih jadi
pengecut maka jadilah pengecut sampai kita mati. Aku sempat
merasakan hal itu, sampai mataku terbuka dan kini aku hidup bahagia
dari hari ke hari.
Tiap orang dilahirkan dengan kelebihan dan kekurangan. Tulisan
ini akan menceritakan 26 tahun kisah hidupku yang membuatku sadar
bahwa aku harus menjadi diriku sendiri dan mengembangkan bakatku
yang dilahirkan sebagai penakluk kemaluan wanita sejati.
Aku anak satu-satunya, di tengah keluarga berada. Ayahku seorang
pengusaha dan ibuku manager sebuah perusahaan. Sampai SMP kelas 3
semua yang aku alami biasa saja. Ya, makan, minum, belajar, bimbel,
les musik, dan rekreasi bersama keluarga tiap liburan, hal-hal yang
sebenarnya membosankan. Tapi waktu itu aku tidak menyadari bahwa itu
membosankan karena aku tidak berpikir sejauh itu.
Semua itu berubah ketika aku sakit di sekolah dan pulang lebih
dulu. Sampai di rumah kulihat di garasi ada mobil ibuku, ternyata
dia sudah pulang. Aku ingin segera menemuinya untuk melaporkan
sakitku. Tapi ketika aku akan mencapai pintu kamarnya yang sedikit
terbuka aku dengar erangan ibuku merintih kesakitan. Kulihat dari
sela pintu yang terbuka seorang lelaki berada di atas ibuku. Dia
memaju-mundurkan pantatnya. Aku segera bersembunyi takut ketahuan.
Oh Tuhan! Itu adik ayahku. Dia dan ibuku sedang bersetubuh. Dorongan
yang ada dalam hati adalah melihat persetubuhan mereka.
Aku menahan keinginan untuk mengintip, tapi dorongan untuk
kembali melihat lebih besar. Akhirnya kuintip mereka dari sela-sela
pintu. Sebenarnya tidak ada yang bisa dilihat. Yang kulihat hanya
mata ibuku terpejam dan digelengkan ke kiri dan kanan, serta pantat
om-ku yang naik-turun, itu saja. Sampai suatu ketika om-ku berteriak
keras dan menekan pantatnya lama ke bawah.
Lalu dia merebahkan badannya di atas ibuku dan mencium bibir
ibuku dengan batang kemaluan masih di dalam kemaluan ibuku. Tak lama
lalu ibuku memegang batang kemaluan om-ku dan mencabut dari lubang
kemaluannya. Setelah itu dia merebahkan lagi badannya. Om-ku pun
berbaring di samping ibuku dan kembali mencium bibir ibuku. Saat
itulah bisa kulihat dengan jelas batang kemaluan om-ku yang masih
tegak berdiri, dan lubang kemaluan ibuku yang mengeluarkan cairan di
sela-sela bibirnya. Warnanya merah dan masih tebuka. Itu pertama
kali aku melihat kemaluan seorang wanita. Indah sekali..!
Sebelum mereka bangun aku sembunyi lagi, secara perlahan-lahan
meninggalkan tempat itu dan pergi dari rumah. Aku tak mau mereka
memergokiku. Aku baru kembali tepat saat jam anak-anak sekolah
pulang ke rumah.
Kejadian itu selalu terbayang dalam benakku. Dorongan di hati
untuk mempraktekkan apa yang kulihat selalu tumbuh. Tapi aku tidak
berani melakukannya, selain itu mau sama siapa. Mau sama pelacur?
dimana dan kapan waktunya? Aku juga malu mendatangi tempat seperti
itu. Aku sadar aku masih anak-anak. Mau melakukan sama teman
sekolah? Waduh kalau ketahuan sama keluarga besar dan teman-teman
sekolah aku jadi lebih malu lagi. Rasa malulah yang membatasi
terpenuhinya keinginanku bersetubuh dengan wanita.
Akhirnya aku tahan terus perasaan itu sampai pada suatu saat
saudara sepupuku yang berusia sama dengan diriku akan melanjutkan
SMA-nya di kotaku. Namanya Rosa, waktu itu kami berdua sudah lulus
SMP. Dia anak tanteku dari Malang, dan akan tinggal bersama kami
selama SMA. Dia SMA di sini agar bisa ikut bimbel dan lebih mudah
masuk ke Unpad. Wajahnya cantik dan tubuhnya langsing sama seperti
semua wanita dalam keluarga ibuku.
Tiap melihat wajahnya aku selalu teringat adegan pesetubuhan
ibuku dan ingin sekali memasukkan batang kemaluanku ke dalam lubang
kemaluan adik sepupuku itu. Aku sering membayangkan wajahnya
berkeringat dan merintih-rintih kenikmatan saat berada di atasku
sambil pantatnya naik-turun di atas batang kemaluanku. Hal ini tidak
pernah aku katakan padanya karena aku takut dia akan marah, dan
melaporkanku ke keluarga besar. Tentu saja aku akan malu setengah
mati.
Aku tetap saja hidup dalam rasa takut untuk memenuhi keinginanku,
hal itu sangat menyiksaku. Hingga pada suatu sore saat aku dan
sepupuku belajar bersama di kamarku. Kami baru saja mandi dan
sama-sama memakai piyama. Perbedaan piyama kami adalah celanaku
panjang sedangkan dia pendek. Ketika kami mulai belajar, tiba-tiba
dia berkata,
"Wa, kamu katanya pacaran ya? Kok enggak dikenalin?" candanya sesaat setelah kami mulai membuka buku.
"Yee.. Isu tuh?" jawabku.
Aku bilang itu karena aku memang belum punya pacar.
"Gimana mau punya pacar. Bokap nyokap aja udah wanti-wanti untuk nggak pacaran sampai aku lulus SMA," tambahku sambil terus belajar.
"Alaahh..! Kamu kan pacaran sama Yenni," candanya lagi.
Yeni adalah cewek terjelek di kelasku. Badannya gemuk, hitam, dan giginya tonggos. Tapi walaupun begitu gayanya tetap sok gaul. Rambut di bikin punk dan ngomongnya dimesra-mesrain. Wiihh..! Siapa yang bakal mau sama dia.
"Wa, kamu katanya pacaran ya? Kok enggak dikenalin?" candanya sesaat setelah kami mulai membuka buku.
"Yee.. Isu tuh?" jawabku.
Aku bilang itu karena aku memang belum punya pacar.
"Gimana mau punya pacar. Bokap nyokap aja udah wanti-wanti untuk nggak pacaran sampai aku lulus SMA," tambahku sambil terus belajar.
"Alaahh..! Kamu kan pacaran sama Yenni," candanya lagi.
Yeni adalah cewek terjelek di kelasku. Badannya gemuk, hitam, dan giginya tonggos. Tapi walaupun begitu gayanya tetap sok gaul. Rambut di bikin punk dan ngomongnya dimesra-mesrain. Wiihh..! Siapa yang bakal mau sama dia.
"Enaakk aja lo!" jawabku dengan tawa berderai.
Dia pun ikut tertawa.
"Alah ngaku aja Wa, jangan malu!" katanya tetap menggodaku sambil tertawa terbahak-bahak.
"Lu tega amat sih? Suer kagak. Busyeett deh! Kayak nggak ada cewek lain aja."
Mungkin dia lagi ingin becanda, dia tetap menggodaku pacaran dengan Yeni. Aku pun tetap saja mengelaknya. Sampai akhirnya dia bilang,
"Atau kamu pacaran sama Reka?" tawanya berderai saat bilang Reka.
Reka sama parahnya dengan Yeni.
"Eh Sa..! Kamu kalau godain lagi dicium nih!" kataku sambil menunjukkan mimik serius.
"Siapa yang takut..! Weekkss," katanya sambil menjulurkan lidahnya.
Dia pun ikut tertawa.
"Alah ngaku aja Wa, jangan malu!" katanya tetap menggodaku sambil tertawa terbahak-bahak.
"Lu tega amat sih? Suer kagak. Busyeett deh! Kayak nggak ada cewek lain aja."
Mungkin dia lagi ingin becanda, dia tetap menggodaku pacaran dengan Yeni. Aku pun tetap saja mengelaknya. Sampai akhirnya dia bilang,
"Atau kamu pacaran sama Reka?" tawanya berderai saat bilang Reka.
Reka sama parahnya dengan Yeni.
"Eh Sa..! Kamu kalau godain lagi dicium nih!" kataku sambil menunjukkan mimik serius.
"Siapa yang takut..! Weekkss," katanya sambil menjulurkan lidahnya.
Langsung kucium pipinya sekilas dan aku kembali lagi ke tempatku.
Oh Tuhan apa yang aku lakukan! Bagaimana kalau dia melaporkan ke
orangtuanya. Aku terdiam, dia pun terdiam sambil mata kami saling
bertatapan. Kami terus diam sampai sekitar semenit.
Tiba-tiba dia bilang, "Cantik mana Wa, Reka atau Yeni?
Hihihihihiihi..!" dia berkata sambil terkekeh-kekeh. Ternyata dia
menggodaku lagi. Aku langsung meloncat ke arahnya. Aku gelitik
pinggangnya dan kami berguling-guling di atas tempat tidurku. Aku
terus menggelitiknya, dia pun menggeliat-geliat menahan gelinya.
Kami terus tertawa terbahak-bahak sampai tiba-tiba kami terdiam
dengan nafas terengah-engah. Ketika kami sadari, badanku ternyata
sedang menindih badannya. Pahanya terbuka dan pinggulku berada di
antara selangkangannya. Tangan kananku masih memegang pinggangnya,
sedang tangan kiriku bertumpu pada kasur. Kami terdiam ketika
menyadari posisi kami. Nafas dia yang lembut terasa di wajahku.
Kuberanikan diri memajukan wajahku dan kukecup sekali. Kulihat
dia memejamkan matanya. Lalu kucium lagi kali ini disertai dengan
lumatan pada bibirnya. Dia awalnya diam saja, tak lama dia membalas
lumatan bibirku. Kami berpagutan cukup lama. Rasanya nikmat sekali.
Kucoba menurunkan tangan kananku untuk meraba susunya. Terasa kenyal
di telapak tangan. Kuremas-remas dan kuputar. Dia mendesah sambil
terus mencium bibirku. Lalu tangannya dilingkarkan ke leherku.
Sambil masih terus berciuman tangan kananku kuturunkan lagi untuk
membuka ikat celana piyamaku. Celana piyamaku turun sampai sepaha.
Tentu saja mudah melakukannya, tapi untuk melepaskan celana dalam,
aku tak mau karena berarti aku harus melepaskan posisi kami
sekarang. Rasanya terlalu indah untuk dihentikan. Akhirnya
kukeluarkan kemaluanku melalui bagian pinggir celana dalamku.
Kutarik-tarik sedikit agar lebih longgar.
Kami terus berpagutan, bibir kami tetap saling melumat. Tangan
kananku kuusapkan ke pahanya, kunaikkan celana piyamanya ke atas,
terus ke atas hingga kurasan tanganku menyentuh gundukan di antara
selangkangannya. Oh Tuhan! Itu pasti kemaluannya. Terasa tebal dan
basah. Dia melenguh lagi. Lalu kusingkapkan sisi celana dalamnya.
Kutarik paksa ke sisi yang lain, hal ini agar bibir kemaluannya
terbuka dan tidak terhalang. Setelah pasti tidak akan terhalang lagi
dengan celana dalamnya, aku memegang pangkal batang kemaluanku.
Kudekatkan batang kemaluanku ke arah lubang kemaluannya. Saat
melakukan itu semua kami masih berciuman.
Kugesek-gesekkan kepala kemaluanku ke bibir kemaluannya. Rasanya
nikmat sekali. Badan Rosa agak naik ketika aku melakukannya. Saat
itu kami masih terus berciuman. Ciuman kami makin ganas. Lidah kami
saling bertemu. Karena tidak tahan untuk bersetubuh, kuletakkan
kepala kemaluanku di tengah bibir kemaluannya. Kutekan sedikit
pantatku ke depan. Merasa batang kemaluanku akan masuk ke lubang
kemaluannya, Rosa berkata pelan seperti berguman, "Wa..! Jangan Wa..!"
katanya sangat pelan sambil terus berciuman. Sepertinya dia tidak
sungguh-sungguh menyuruhku berhenti.
Aku pura-pura tak mendengarnya. Kutekan pantatku ke depan. Susah
sekali memasukkan batang kemaluan ini, kugeser letak kemaluanku agak
ke bawah bibir kemaluannya. Pelan-pelan kutekan lagi pantatku, kali
ini tiba-tiba terasa ada sesuatu yang mengulum kepala kemaluanku. Oh
Tuhan! Rasanya luar biasa nikmat. Batang kemaluanku seperti
diremas-remas. Dada Rosa terangkat ke atas dan kepalanya didongakkan
ke atas. Hal ini membuat kami berhenti berciuman. Maka kuarahkan
bibirku pada lehernya. Kucium lehernya yang putih dan harum.
Kutekan lagi pantatku, perlahan-lahan batang kemaluanku masuk
semuanya. Aku hanya bisa memejamkan mataku menahan pijatan rongga
kemaluan Rosa di seluruh batang kemaluanku. Lalu kumaju-mundurkan
pantatku berulang-ulang. Batang kemaluanku keluar-masuk melewati
bibir kemaluan Rosa. Kuperhatikan reaksi yang dilakukan Rosa dan
Ibuku agak berbeda. Rosa hanya mendongakkan kepalanya dan menggigit
bibirnya sendiri dengan mata terpejam. Sedangkan Ibuku
menggeleng-gelengkan kepalanya kiri kanan, dengan pantat ikut naik
turun dan mulut yang tak henti merintih.
Setelah sekian menit, tiba-tiba Rosa mencengkeram
bahuku dan badannya terhentak-hentak ke depan, sedangkan perutnya
tertarik ke dalam. Rupanya dia mencapai orgasme. Terasa jepitan di
dalam lubang kemaluannya. Rongga kemaluannya terasa menggigit lembut
batang kemaluanku. Aku pun mempercepat kocokanku. Ouughh! Nikmat
terasa di seluruh syarafku. Tak lama, kenikmatan yang kurasa dari
tadi menjadi berlipat-lipat. Seiring gesekan batang kemaluanku
dengan lubang kemaluannya, kurasa seperti ada sesuatu yang tersumbat
dalam batang kemaluanku yang ingin keluar.
"Ouughh!" kataku ketika aku mencapai orgasme. Aku muntahkan
spermaku dalam rongga lubang kemaluannya. Badanku mengejang dan
terhentak-hentak. Rasanya seluruh batang kemaluanku seperti
disedot-sedot. Badanku terasa lemas dan aku lalu terkulai menindih
badan Rosa. Karena merasa keberatan, lalu Rosa mendorong bahu
kananku sehingga kini kami saling berhadapan dengan posisi
menyamping. Batang kemaluanku masih berada dalam lubang kemaluannya.
Masih terasa kedut-kedut dan remasan yang membuat batang kemaluanku
tetap tegang. Dalam posisi ini kami lalu berciuman dan berpagutan.
Setelah sekian lama berpagutan dengan batang kemaluan masih
berada di dalam, lalu Rosa memegang batang kemaluanku dan
mencabutnya keluar dari lubang kemaluannya. "Wa..! Kita buka baju
aja yuk..!" katanya. Demi hujan badai, aku terkejut. Ternyata wanita
jika sudah terangsang jadi lebih berani. Mereka tidak malu lagi
untuk memulai. Aku mengangguk. Dia lalu mencium bibirku, dan sambil
berciuman kami membuka pakaian pasangannya masing-masing. Setelah
itu kami melakukan seks sekali lagi dan kali ini terasa lebih nikmat
karena kami sudah bertelanjang bulat. Gesekan antara kulit kami dan
gigitan pada puting baik yang saya lakukan maupun yang dia lakukan
menghasilkan kenikmatan yang luar biasa.
Kami selesai melakukan seks untuk yang kedua kali, tepat saat
terdengar teriakan ayahku dari lantai bawah yang menyuruh kami untuk
turun makan malam. Pada waktu itu aku sedang membasuh lubang
kemaluannya di kamar mandiku. Dia duduk di dudukan closet, badan di
senderkan ke belakang dan kakinya di kakangkan. Terlihat gundukan
lubang kemaluannya dikelilingi bulu-bulu tipis. Lubang kemaluannya
sangat tebal dan bibir kemaluannya masih terbuka. Permukaan rongga
lubang kemaluannya masih berdenyut-denyut. Indah sekali. Lalu
kusiramkan air ke atasnya.
"Hii dingin Wa..!" katanya sambil merapatkan tangannya di dada.
Lalu kuambil sabun dan kugosok perlahan bibir lubang kemaluannya.
Ketika tanganku menyentuh bibir lubang kemaluannya kulihat dia
memejamkan mata dan menggigit bibirnya. Sangat sensual! Melihat itu
batang kemaluanku menjadi tegang lagi, saat itulah kudengar teriakan
dari ayahku. Lalu buru-buru kubilas lubang kemaluannya. Dia membantu
menghapus sabun pada lubang kemaluannya.
"Wa..!! Kamu juga pengen lagi ya?" katanya saat sadar bahwa batang kemaluanku sedang tegang.
"Juga? Berarti kamu juga pengen dong?" aku tersenyum mendengar sepupuku keceplosan.
"Hihihihihi, iya ih Wa. Pengen lagi," katanya sambil tersipu.
"Entar aja deh," kataku.
Aku tidak ingin terlambat makan malam.
"Wa..!! Kamu juga pengen lagi ya?" katanya saat sadar bahwa batang kemaluanku sedang tegang.
"Juga? Berarti kamu juga pengen dong?" aku tersenyum mendengar sepupuku keceplosan.
"Hihihihihi, iya ih Wa. Pengen lagi," katanya sambil tersipu.
"Entar aja deh," kataku.
Aku tidak ingin terlambat makan malam.
Lalu aku membersihkan batang kemaluanku. Dia membantu
membersihkan. Gosokan tangannya sama persis seperti saat aku onani.
Walah! Jadi pengen lagi. Bisa tidak ikut makan malam nih, nanti
mereka curiga lagi. Kalau sampai ketahuan berabe. Malunya itu loh!
Masih kecil sudah gituan, sama saudara lagi. "Udah ah, udah bersih
nih," kataku menjauhkan tangannya. Lalu kami pun mengambil piyama
yang baru, dan memakainya.
"Wa, entar lagi ya!" katanya saat kami menuruni tangga.
"Huss, jangan kenceng-kenceng," kataku sambil berusaha tidak mengingat-ingat persetubuhan kami.
Aku takut batang kemaluanku besar lagi.
"Wa, entar lagi ya!" katanya saat kami menuruni tangga.
"Huss, jangan kenceng-kenceng," kataku sambil berusaha tidak mengingat-ingat persetubuhan kami.
Aku takut batang kemaluanku besar lagi.
Makan malam waktu itu terasa lama sekali. Aku ingin cepat-cepat
selesai. Tapi sudah tradisi di keluarga kami, makan malam pasti
diisi dengan obrolan. Karena saat itulah seluruh anggota keluarga
bisa berkumpul. Setelah beberapa lama, tiba-tiba saudara sepupuku
berbicara,
"Ayo Wa! Yang tadi belum selesai..!" katanya sambil tersenyum ke arahku.
Aku tentu saja membelalakkan mataku menyuruh dia diam.
"Wah, kalian rajin belajar ya!" kata ayahku mendengar ucapan Rosa.
"Pelajaran apa sih?" sambung ibuku.
Aku melihat ke arah Rosa, aku takut dia akan menceritakan persetubuhan kami.
"Pelajaran baru Tante, dia ini jagonya," jawab Rosa menunjuk ke arahku.
"Ayo Wa! Yang tadi belum selesai..!" katanya sambil tersenyum ke arahku.
Aku tentu saja membelalakkan mataku menyuruh dia diam.
"Wah, kalian rajin belajar ya!" kata ayahku mendengar ucapan Rosa.
"Pelajaran apa sih?" sambung ibuku.
Aku melihat ke arah Rosa, aku takut dia akan menceritakan persetubuhan kami.
"Pelajaran baru Tante, dia ini jagonya," jawab Rosa menunjuk ke arahku.
Walaahh! Mampus gua! Bokap nyokap curiga tidak ya? Aku
benar-benar tegang takut mereka curiga. "Oh ya! Kok bisa sih?
Padahal kamu kan bego banget," canda ibuku melihat ke arahku. Tentu
saja dia becanda, karena aku memang tidak "bego". Aku coba
tersenyum, padahal di dalam hatiku berdebar-debar takut salah jawab.
"Siapa dulu dong Ibunya..!" kataku senang menemukan jawaban yang cocok.
Berderai tawa orangtuaku, aku yakin tidak ada dari mereka yang mengerti maksud sebenarnya dari kata-kataku.
"Sudah kalian belajar lagi aja. Lagian ini Papa minta dikerokin, katanya masuk angin," kata ibuku sambil berdiri dan melap bibirnya dengan serbet.
"Alaahh pake bilang dikerokin segala," kataku dalam hati.
Aku merasa sebenarnya mereka akan bersetubuh. Aku lalu berdiri dan melangkah menuju tangga.
"Siapa dulu dong Ibunya..!" kataku senang menemukan jawaban yang cocok.
Berderai tawa orangtuaku, aku yakin tidak ada dari mereka yang mengerti maksud sebenarnya dari kata-kataku.
"Sudah kalian belajar lagi aja. Lagian ini Papa minta dikerokin, katanya masuk angin," kata ibuku sambil berdiri dan melap bibirnya dengan serbet.
"Alaahh pake bilang dikerokin segala," kataku dalam hati.
Aku merasa sebenarnya mereka akan bersetubuh. Aku lalu berdiri dan melangkah menuju tangga.
Rosa yang masih duduk sempat-sempatnya bicara, "Wa lanjutin yang
tadi Wa! Belajar sama elo emang enak Wa, nggak ada bosen-bosennya."
Gila ini anak, kalau mereka tahu bagaimana. Buru-buru kutarik
tangannya dan kami berlari menuju kamarku. Sesampainya di kamar,
kami segera mengunci pintu dan melakukannya sekali lagi. Kami hanya
bisa melakukan sekali, karena ketika aku minta tambah, dia tidak
mau. Dia bilang lubang kemaluannya terasa ngilu.
Setelah kejadian itu, sampai kini, kami jadi sering melakukannya,
tiap belajar bersama (karena itulah kami rajin belajar), kami
melakukan seks sedikitnya sekali. Kami juga sering mandi bersama.
Saling menggosok kemaluan lalu dilanjutkan dengan main seks. Kami
juga mencoba berbagai macam gaya. Aku membeli sebuah buku seks yang
berisi gaya-gaya main seks, lalu kami mempraktekannya bersama.
Dengan Rosalah pengetahuanku tentang seks bertambah pesat.
Bagian-bagian yang disuka oleh wanita, bagaimana mengatur nafas, dan
hal-hal lain. Aku juga diberitahu kalau rata-rata wanita susah
terangsang, ada malah yang tidak merasakan apa-apa padahal sebuah
batang kemaluan sedang maju-mundur mengisi lubang kemaluannya. Tentu
tidak semua wanita mau disetubuhi seperti itu. Susah untuk membuat
seorang wanita mau begitu saja menyerahkan lubang kemaluannya. Kata
Rosa itu semua tergantung bagaimana keahlian pria membawa sang
wanita. Tiap wanita keinginannya berbeda, sang pria harus bisa
melihatnya. Kalau hati sang wanita sudah kena, mau disetubuhi tiap
hari juga enggak apa-apa. Mereka malah senang lubang kemaluannya
dipermainkan oleh pria itu.
Tidak semua pria diberi kemampuan seperti itu. Ada pria yang
sudah sangat beruntung jika ada seorang wanita yang mau dengan dia.
Itu juga mungkin karena wanitanya sangat jelek atau perawan tua.
"Perlu bakat Wa, untuk bisa mengentot banyak wanita," kata Rosa.
Rosa memang bicaranya vulgar dan ceplas-ceplos. Aku sendiri lebih
memilih kata menyetubuhi dibanding "ngentot".
"Percaya nggak Wa. Menurutku kamu punya bakat jadi tukang entot
lo Wa," katanya sambil tertawa terbahak-bahak. Aku tentu saja
tertawa mendengar perkataannya. Saat itu aku tidak percaya kalau aku
memang berbakat. Aku merasa hanya sedang beruntung bisa melakukannya
dengan saudara sepupuku itu. Aku juga tetap hanya merasa beruntung
ketika batang kemaluanku dikulum oleh teman sekelasku. Tapi ketika
aku bisa menyelipkan batang kemaluanku di lubang kemaluan tanteku,
guru SMA-ku, guru les privatku, Rani (saudara sepupuku satu lagi),
dan Tuti (wanita yang kukenal di pesawat). Aku mulai percaya aku
memang ditakdirkan sebagai "tukang entot". Itu semua kulakukan
selama aku masih di SMA. Tidak ada di antara mereka yang kupaksa
atau di bawah pengaruh minuman keras. Semua memberikan lubang-lubang
kemaluannya untuk meremas batang kemaluanku dengan sukarela.
Jangan kira mudah bagiku untuk menerima kelebihanku ini. Ada
norma-norma di masyarakat yang membuatku takut jika perbuatanku
nanti terbongkar oleh orang lain. Setiap kondisi ini datang aku
selalu terbayang akan makian dan cemoohan orang lain, tapi aku tak
bisa menolaknya, aku pasti meladeni mereka semua. Lama aku hidup
dalam ketakutan yang sangat menyiksa itu.
Kembali Rosa jugalah yang berjasa dalam hidupku. Dia bilang rasa
takut berlebihanlah yang membuat orang tidak bisa maju. Semua orang
terkenal yang ada pasti memiliki rasa takut. Tapi mereka bisa
mengatasinya. Jika memang dirimu seperti itu mengapa harus
merubahnya menjadi orang lain. Merubah diri menjadi orang yang
disukai oleh mereka, padahal orang itu bukan kamu yang sebenarnya.
Kini setelah 10 tahun sejak aku pertama kali mengenal lubang
kemaluan. Sudah puluhan wanita yang merasakan desakan batang
kemaluanku dalam rongga lubang kemaluannya. Tidak semua wanita yang
kukenal mau bermain seks denganku. Ada yang menolak, ada yang
setelah beberapa tahun baru bersedia, ada yang beberapa bulan, dan
ada juga yang baru seminggu sudah mau.
Dan saat ini aku sangat bahagia mendapati diriku seperti itu,
menyetubuhi banyak wanita, merasakan remasan alat kemaluan mereka
dan menumpahkan spermaku di dalam rahim yang berbeda-beda. Kurasa
itulah intinya, "BAHAGIA!" Peduli dengan orang lain. Kalau mereka
tidak suka, mereka bisa menuntut kita.
Tulisan ini tidak bermaksud membuat pembaca menjadi seperti aku
karena seperti yang kubilang aku percaya bakat tiap orang
berbeda-beda. Kembangkan saja bakat pembaca walaupun seluruh dunia
mencacinya. Percayalah jika kita mengikuti kata hati, merencanakan
dengan matang dan sedikit keberuntungan, kita akan bisa hidup
bahagia. Begitu saja surat dariku. Salam hangat dariku untuk pembaca
semua!
TAMAT
0 komentar:
Posting Komentar